Cari Blog Ini

Senin, 14 Januari 2019

Contoh Resensi atau Ulasan Novel Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah Karya Tere Liye



Judul Buku                  : Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah
Penulis                         : Tere Liye
Penerbit                       : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit                : 2012
Jumlah Halaman          : 507 halaman
Novel ini menceritakan pemuda yang hidup sebagai pengemud sepit di Bantaran Sungai Kapuas. Suatu hari ia mendapatkan seorang penumpang yang membawa sebuah payung. Penumpang tersebut meninggalkan sebuah amplop merah di tempat duduknya. Borno pun berniat mengembalikan amplop itu. Ternyata gadis itu membagi-bagikan ampolop merah kepada semua pengemudi sepit. Setiap hari Borno memikirkan gadis itu dan mengantar gadis itu ke sebrang. Hingga akhirnya gadis itu meninggalkan Borno, ia pergi ke Surabaya. Suatu ketika Borno pergi ke Surabaya untuk mengantar Pak Tua berobat. Di sana Borno bertemu dengan gadis itu. Borno juga berkunjung ke rumah gadis itu. Dan ternyata ayah dari gadis itu tidak menyukai Borno. Setelah kembali ke Pontianak, gadis itu juga ikut ke Pontianak. Lama-kelamaan gadis itu meminta Borno untuk tidak menemuinya lagi. Dan melalui angpau merah yang pernah ditinggalkan gadis itu di sempit Borno, Borno pun akhirnya mengetahui alasan ayah gadis itu tidak menyukai Borno dan alasan gadis itu meminta Borno untuk meninggalkannya.
Novel ini menceritakan Kisah Cinta sederhana yang diceritakan dengan penuh perjuangan dan kejutan. Jalan cerita tidak mudah ditebak, sehingga membuat pembaca ingin terus menerus membaca kelanjutannya. Tere Liye berhasil memainkan perasaan para pembaca melalui perasaan tokoh utama yang dengan cepat dibuat berubah.
Yang menarik dari novel ini yaitu, adanya misteri yang disajikan. Mulai dari, amplop merah, ketidak sukaannya Papa gadis yang bernama Mei, dan menjauhnya Mei dari kehidupan Borno. Misteri itu disajikan dengan menarik, sehingga membuat pembaca penasaran.
Setting tempat yang di ambil sangat menarik. Di luar dugaaan, bahwa akan ada penulis yang mengambil latar cerita di Pontianak. Selain itu, Tere Liye mampu menggambarkan kota Pontianak seakan-akan dia lahir dan dibesarkan di sana. Untuk orang awam seperti saya, ini menambah Ilmu pengetahuan saya tentang keadaan kota Pontianak.
Sayangnya ending dalam novel ini tidak jelas, bahagia atau tidak. Hanya saja ada bagian yang menggantung. Dimana diceritakan Papa Mei yang melarang hubungan putrinya dengan Borno, tetapi di akhir cerita tidak diceritakan secara jelas apakah Papa Mei sudah merestui, atau masih menentang.