Judul Buku : Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah
Penulis : Tere Liye
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2012
Jumlah Halaman : 507 halaman
Novel ini menceritakan
pemuda yang hidup sebagai pengemud sepit di Bantaran Sungai Kapuas. Suatu hari
ia mendapatkan seorang penumpang yang membawa sebuah payung. Penumpang tersebut
meninggalkan sebuah amplop merah di tempat duduknya. Borno pun berniat
mengembalikan amplop itu. Ternyata gadis itu membagi-bagikan ampolop merah
kepada semua pengemudi sepit. Setiap hari Borno memikirkan gadis itu dan
mengantar gadis itu ke sebrang. Hingga akhirnya gadis itu meninggalkan Borno,
ia pergi ke Surabaya. Suatu ketika Borno pergi ke Surabaya untuk mengantar Pak
Tua berobat. Di sana Borno bertemu dengan gadis itu. Borno juga berkunjung ke
rumah gadis itu. Dan ternyata ayah dari gadis itu tidak menyukai Borno. Setelah
kembali ke Pontianak, gadis itu juga ikut ke Pontianak. Lama-kelamaan gadis itu
meminta Borno untuk tidak menemuinya lagi. Dan melalui angpau merah yang pernah
ditinggalkan gadis itu di sempit Borno, Borno pun akhirnya mengetahui alasan
ayah gadis itu tidak menyukai Borno dan alasan gadis itu meminta Borno untuk meninggalkannya.
Novel ini menceritakan Kisah Cinta sederhana yang diceritakan
dengan penuh perjuangan dan kejutan. Jalan cerita tidak mudah ditebak, sehingga
membuat pembaca ingin terus menerus membaca kelanjutannya. Tere Liye berhasil
memainkan perasaan para pembaca melalui perasaan tokoh utama yang dengan cepat
dibuat berubah.
Yang menarik dari novel ini yaitu, adanya misteri yang
disajikan. Mulai dari, amplop merah, ketidak sukaannya Papa gadis yang bernama Mei, dan menjauhnya Mei
dari kehidupan Borno. Misteri itu disajikan dengan menarik, sehingga membuat
pembaca penasaran.
Setting tempat yang di ambil sangat menarik. Di luar dugaaan, bahwa akan ada penulis yang
mengambil latar cerita di Pontianak. Selain itu, Tere Liye mampu menggambarkan
kota Pontianak seakan-akan dia lahir dan dibesarkan di sana. Untuk orang
awam seperti saya, ini menambah Ilmu pengetahuan saya tentang keadaan kota
Pontianak.
Sayangnya ending
dalam novel ini tidak jelas, bahagia atau tidak. Hanya saja ada bagian yang
menggantung. Dimana diceritakan Papa Mei yang melarang hubungan putrinya dengan
Borno, tetapi di akhir cerita tidak diceritakan secara jelas apakah Papa Mei
sudah merestui, atau masih menentang.