Cari Blog Ini

Sabtu, 23 Juni 2018

ULASAN NOVEL BIDADARI-BIDADARI SURGA: TEMA, SUDUT PANDANG, TOKOH DAN PENOKOHAN, LATAR, MAJAS, AMANAT, ALUR, GAYA BAHASA, NILAI-NILAI

ULASAN NOVEL
Judul                           : Bidadari-Bidadari Surga
Pengarang                  : Tere Liye
Tempat terbit                        : Jakarta
Penerbit                     : Republika
Tahun terbit               : 2008
Jumlah halaman        : 368   

Tema   : kehidupan keluarga yang penuh dengan kerja keras, pengorbanan, dan penghormatan.

Sudut Pandang                      : orang ke-3

Tokoh dan penokohan         :
1.      Kak Laisa
Anak sulung dari Mamak Lainuri. Kak Laisa memiliki rambut yang gimbal, kulit hitam, serta berbadan pendek dan gemuk. Sementara adik-adiknya cantik dan tampan-tampan, tinggi, putih, dan memiliki rambut yang lurus.
Watak :
a.      Keras dan kejam
Watak ini dapat diketahui dari sikap Kak Lais ketika mengetahui Dalimunte membolos sekolah, kemudian ia memukul Dalimunte menggunakan ranting pohon.
b.      Tidak terbuka
Hal ini dapat diketahui dari sikap kak Laisa yang menyembunyikan sakitnya dari adik-adiknya.
c.       Rela berkorban
Hal ini dapat diketahui dari sikap Kak Laisa yang memilih berhenti sekolah untuk membantu Mamak lainuri mencari uang agar adik-adiknya bisa melanjutkan sekolah.
d.      Penyayang
Dibuktikan dari sikap Laisa yang selalu menginginkan kebahagiaan adik-adiknya.
e.      Suka Membantu orang tua
Watak ini dapat diketahui dari penjelasan penulis bahwa Laisa selalu bangun pagi untuk membantu Mamak Lainuri memasak, kemudian membantu di ladang, dan menganyam.
2.      Dalimunte
Dalimunte merupakan anak kedua Mamak Lainuri. Seorang profesor fisika yang namanya sudah terkenal.
Watak :
a.      Rajin dan pekerja keras
Dapat dilihat dari cara Dalimunte yang terus  menerus mengerjakan proyek kincir airnya sampai berhasil.
b.      Pemberani
Hal ini dapat diketahui dari peristiwa ketika Dalimunte berani menyampaikan usul untuk membuat kincir air di pertemuan rutin warga Lembah Lahambay, padahal ia masih kecil.
c.       Baik hati
Dapat diketahui dari reaksi Dalimunte ketika ia mengetahui Yashinta tiba-tiba sakit ketika di perjalanan ke sekolah, kemudian ia menggendongnya untuk diantar pulang.
d.      Penurut
Hal ini dapat diketahui dari sikap Dalimunte yang tidak pernah menolak perintah Kak Laisa.
e.      Peka terhadap lingkungan
Diketahui dari reaksinya yang mengetahui ladang-ladang di desanya hanya mengandalkan hujan, ia kemudian membuat kincir air.
3.      Ikanuri
Merupakan anak ketiga Mamak Lainuri.
Watak :
a.      Nakal
Hal ini dapat dibuktikan ketika Ikanuri dan Wibisana mencuri mangga dan kebiasaan mereka yang sering membolos sekolah.
b.      Sayang kepada adiknya
Hal ini dapat diketahui dari peristiwa ketika ikanuri membelikan adiknya Yashintha kado.
c.       Tidak jera
Hal ini dapat diketahui dari sikap Ikanuri yang masih sering membolos sekolah meski telah dimarahin beekali-kali oleh Kak Laisa maupun Mamak Lainuri.
d.      Tidak penurut
Dibuktikan dari sikap Ikanuri yang tidak pernah menuruti perintah Kak Laisa ketika masih kecil.
4.      Wibisana
Anak keempat Mamak Lainuri yang memiliki wajah yang mirip dengan Ikanuri, tetapi bukan kembaran Ikanuri. Mereka lahir di tahun yang sama, hanya terpisah sebelas bulan. Wibisana memiliki watak yang sama persis dengan Ikanuri, karena di novel tersebut apapun yang dilakukan Ikanuri pasti juga dilakukan Wibisana.
5.      Yashinta
Anak terakhir Mamak Lainuri yang suka dengan hewan dan berpetualang. Memiliki watak yang keras kepala yang dijelaskan penulis ketika Yashinta berkali-kali menolak perintah Kak Laisa untuk menikah dengan Goghsky. Dan memiliki watak cuek yang dibuktikan ketika Yashinta menjawab dengan jawaban yang singkat-singkat, pertanyaan Goghsky.
6.      Mamak Lainuri
a.      Baik hati
Dibuktikan dari kerelaan Mamak Lainuri untuk merawat Laisa, meskipun bukan anak kandungnya.
b.      Pekerja keras
Dipaparkan oleh penulis bahwa Mamak Lainuri bekerja keras setelah ditinggalkan oleh suaminya untuk membiyayai kehidupan anak-anaknya.

Latar
1.      Latar tempat  
a.      Lembah Lahambay           : ketika menceritakan mereka di masa kecil kecil
b.      Jakarta                              : ketika menceritakan seminar Dalimunte
c.       Italia                                  : ketika menceritakan perjalanan bisnis Ikanuri dan Wibisana
d.    Gunung Semer                    : ketika menceritakan Yashinta yang sedang melakukan pengamatan.
e.    Hutan di kaki Gunung Kendel : ketika menceritakan peristiwa meninggalnya ayah tiri Laisa dan ketika menceritakan Wibisana, Ikanuri, dan Laisa dihadang oleh harimau.
2.      Latar Suasana
a.      Mengharukan
Ketika Kak Laisa rela hujan-hujan sampai mata kakinya bergeser akibat terbentur, demi memanggil mahasiswa KKN agar mengobati adiknya, Yashinta yang sedang sakit.
b.      Mencekam
Ketika Kak Laisa dikelilingi oleh harimau untuk menyelamatkan Ikanuri dan Wibisana.
c.       Menyedihkan
Ketika Ikanuri mengejek fisik Kak Laisa.
d.      Bahagia
Ketika diceritakan bahwa adik-adik Kak Laisa berhasil menjadi orang-orang sukses berkat kerja keras dan pengorbanan Kak Laisa.
3.      Latar Waktu    : -

Majas              :
a.      Hiperbola
Bicara soal kecepatan dan manuver terbang, sumpah tidak ada yang mengalahkan perigrene, inilah sang penguasa kawah gunung. Bukan elang.bukan garuda. Bukan pula rajawali. Tapi ala-alap.
b.      Personifikasi
Suara nyanyian puluhan burung memenuhi langit-langit hutan
c.       Sinekdoke
Nanti lepas dzuhur kalau tidak kelihatan juga ekornya, kau cari mereka.
d.      Metafora
Lima menit berlalu, burung besi berukuran jumbo itu mendarat dengan mulusdi landasan

Amanat           :
a.      Antar anggota keluarga kita harus tolong menolong demi kebaikan bersama.
b.      Kita harus bekerja keras untuk meraih apa yang kita inginkan, dan tidak putus asa ketika kita gagal tetapi terus semangat untuk berjuang lagi.
c.       Sebaiknya kita menjadi orang yang bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat.

Alur/Plot        : campuran (maju mundur maju)
Novel ini menceritakan seorang Ibu yaitu Mamak Lainuri yang putih dan cantik, sabar penuh kasih sayang dan lemah lembut. Mamak Lainuri menikah  dengan ayah kandung dari Laisa yang notabenenya adalah seorang duda beranak satu (Laisa).  Ayah Laisa adalah seorang pemabuk dan kurang bertanggung jawab, hingga pada suatu hari Ia meninggal dunia akibat minuman keras dan meninggalkan bayinya yang bernama Laisa pada mamak Lainuri. Bayi itu ditinggal dengan keadaan direndam di baskom sehingga membuat tubuhnya berwarna biru lebam. Akhirnya bayi itu diasuh dan dibesarkan oleh mamak Lainuri.
Kemudian Mamak Lainuri menikah  lagi. Dari pernikahan keduanya Mamak Lainuri dikaruniai empat orang anak, anak pertamanya adalah Dalimunte, ke dua Ikanuri, ke tiga Wibisana, dan terakhir Yashinta.
Mamak Lainuri dan suaminya sangat baik dan menganggap Laisa seperti anak kandungnya sendiri. Suami Mamak Lainuri bekerja sebagai petani dan sering berpergian ke hutan untuk mencari kayu bakar atau berburu. Suatu hari Suami Mamak Lainuri pergi ke hutan dan sebelum pergi ia berpamitan kepada Laisa bahwa Laisa harus menjaga mamaknya dan ke empat adiknya saat ayahnya (ayah tirinya) pergi ke hutan, Laisa pun mengiyakan. Beberapa waktu kemudian akhirnya Laisa mendengar kabar bahwa Ayah tirinya itu meninggal dunia akibat diterkam harimau di hutan. Saat itu usia Laisa masih belasan tahun dan Dalimunte masih berumur  tujuh tahun, Ikanuri berumur empat tahun, Wibisana berumur 3 tahun, dan Yashinta masih dalam kandungan. Karena ditinggal oleh suaminya, Mamak Lainuri harus berjuang sendirian untuk membesarkan anak-anaknya.
Karena Laisa dititipi pesan untuk menjaga adik-adiknya dan membuat keempat adiknya agar dapat mencapai kesuksesan masa depan sebelum ayahnya pergi. Laisa yang  penuh kerja keras dan pantang menyerah bertekad untuk menjalankan amanah bapaknya tersebut dengan mendidik adik-adiknya. Apapun pasti dikorbankan untuk keempat adiknya. Bahkan ketika Mamak lainuri kekurangan biaya untuk menyekolahkan keempat anaknya, Laisa bahkan memutuskan untuk berhenti sekolah dan membantu Mamak Lainuri untuk berkebun agar adik-adiknya tetap bisa sekolah.
Suatu hari, ketika Dalimunte berusia 12 tahun, ia pernah membolos sekolah untuk merakit kincir air hasil pemikirannya di sungai, sayangnya tiba-tiba Kak Laisa datang. Mengetahui Dalimunte membolos sekolah, Kak Laisa marah dan kemudian memukul Dalimunte menggunakan ranting pohon. Di pertemuan rutin warga Lembah Lahambay di Hari Ahad yang dipimpin oleh Wak Burhan, Dalimunte mengusulkan tentang pembuatan kincir air untuk irigasi sawah. Awalnya warga tidak setuju karena mereka pernah membuat kincir air berukuran besar yang pada akhirnya sia-sia. Setelah Kak Laisa ikut berbicara,menjelaskan bahwa kincir air, hasil pemikiran Dalimunte berbeda dengan kincir air yang pernah dibuat dulu, semua warga yang hadir menjadi setuju.
Hari ahad berikutnya semua warga kampung berkumpul di sungai untuk membuat kincir air. Tetapi dari pagi hingga siang Ikanuri da Wibisana tak terlihat sama sekali. Setelah dicari Kak Laisa ternyata mereka berdua sedang mencuri mangga Wak Burhan. Mengetahui hal itu, Kak Laisa memarahi dan memukul mereka. Sebal karena selalu diatur dan dimarahi, Ikanuri melawan dengan menghina fisik Kak Laisa dan mengatakan bahwa kak Laisa bukan Kakak mereka. Peristiwa tersebut hampir membuat Laisa menangis. Namun karena ketegarannya Laisa tetap sabar dan memendam rasa sakit tersebut meskipun sebenarnya ia ingin menangis. Setelah itu Ikanuri dan Wibisana pergi, meninggalkan kak Laisa yang sedang sedih.
Sampai malam Ikanuri dan Wibisana tak pulang-pulang. Sehingga Wak burhan dan warga kampung membentuk beberapa kelompok untuk mencari mereka ke beberapa desa tetangga. Kak Laisa tiba-tiba teringat bahwa beberapa minggu yang lalu Ikanuri dan Wibisana membicarakan jalan pintas menuju ke kota melalui Gunung Kendeng. Akhirnya kak Laisa, diikuti Dalimunte pergi ke Gunung Kendeng. Tepat ketika Ikanuri dan Wibisana telah dihadang 3 harimau, Kak Laisa datang. Ia mendorong Ikanuri dan Wibisana, sehingga gantian ia yang dikelilingi harimau. Setelah beberapa menit harimau itu memperhatikan Kak Laisa, mereka pergi meninggalkan Kak  Laisa. Ia jadi teringat Ayahnya yang meninggal akbat diterkam harimau, Laisapun pasrah dan berdoa, lalu tiba-tiba saja harimau pergi begitu saja. Menurut Dalimunte setelah membaca buku, ketika ia sudah bersekolah di sekolah provinsi, diketahui bahwa harimau tersebut  memiliki insting kasih sayang, dan harimau itu melihat pancaran rasa kasih sayang yang begitu mendalam dari Laisa terhadap kedua adiknya. Oleh sebab itu harimau tersebut tidak jadi menerkam Laisa. Setelah kejadian tersebut Ikanuri dan Wibisana sangat menyesal dengan perbuatan merekan dan meminta maaf kepada Laisa, akhirnya Laisa, Dalimunthe, Ikanuri dan Wibisana berpelukan ditengah malam dan dibawah sinar kunang-kunang.
Beberapa bulan kemudian datanganlah mahasiswa KKN ke Lembah Lahambay. Mereka mengadakan pertemuan di balai desa untuk memberikan penyuluhan tentang ekonomi, kesehatan, dan instalasi listrik kepada warga Lembah lahambay. Di tengah-tengah malam Yashinta yang sedang sakit tiba-tba tubuhnya mengejang, demi Yashinta, Laisa rela menerobos hujan ketika tengah malam untuk memanggil mahasiswa KKN fakultas Kedokteran. Dia tidak peduli akan derasnya hujan, dia lari sendirian ke kampung atas yang jaraknya lebih dari 10 km tanpa putus asa. Bahkan dia mempertaruhkan nyawanya. Dia sempat tergelincir hingga mata kakinya bergeser. Ia merasakan sakit sekali, namun dia tidak memperdulikannya tetap menerobos hujan. Dan menyimpan lukanya sendirian.
Setelah selesai mengobati Yashinta mahasiswa-mahasiswa kedokteran tersebut pamit dan Laisapun  berterimakasih kepada mereka. Lalu Laisa masuk ke dalam rumah dan tak sengaja Laisa mendengar percakapan mahasiswa mereka berkata bahwa suhu udara, iklim cuaca dan keadaan lembah Lahambay sangat bagus untuk berkebun strawberry. Dari kejadian tersebut Laisa mengubah ladangnya untuk berkebun jagung menjadi strawberry karena strawberry lebih mahal apabila dijual di kota. Walaupun sempat mengalami kegagalan panen karena kurangnya pengetahuan untuk merawat tanaman strawberry namun Laisa tidak mudah menyerah. Ia mencoba kembali dan akhirnya berhasil menjadi pengusaha strawberry sukses  hingga bisa menyekolahkan adik-adiknya  sampai ke jenjang perkuliahan.
Waktupun terus berlalu Berkat perjuangan kerasnya selama ini membesarkan adik-adiknya, telah menjadikan adik-adiknya orang yang hebat dan sukses. Dalimunte dengan gelar profesornya yang sampai saat ini sering muncul di Televisi akibat temuan-temuan terbarunya, selain itu ia mendapatkan gelar profesor termuda. Wibisana dan Ikanuri dengan perusahaan otomotifnya yang telah lama diimpikannya, dan Yashinta berhasil meraih gelar S2 nya di Belanda dan kini menjadi seorang peneliti satwa dan telah menemukan burung yang  spesies belum diketahui. Sementara Kak Laisa tetap tinggal di desa mereka bersama Mamak Lainuriuntuk mengurus perkebunan strawberry.
Sampailah saat dimana adiknya telah cukup dewasa untuk berumah tangga. Tetapi mereka semua segan untuk melangkahi Kak Laisa. Di kampungnya, jika mendahului perkawinan kakak, maka hal tersebut masih dianggap tabu. Maka mulailah adik-adiknya berusaha mencarikan jodoh untuk Laisa, berkali-kali calon untuk Laisa selalu menolak karena kaget melihat fisik Laisa yang tidak berparas cantik dan semuanya berakhir mengecewakan.
Laisa mengerti adik-adiknya tidak ingin melangkahinya, padahal mereka semua sudah memiliki calon pendamping. Bahkan calon istri Dalimunthe yaitu Cihuy sudah didesak oleh orang tuanya untuk segera dinikahi oleh Dalimunthe apabila tidak sesegara mungkin Cihuy akan dinikahkan dengan orang lain. Dalih tetap menolak untuk menikahi Cihuy dengan segera karena enggan melangkahi kak Lais. Laisa pun marah dan meminta Dalih untuk menikahi Cihuy. Akhirnya mereka menikah dan dikaruniai anak. Setelah Dalimunthe menikah Ikanuri dan Wibisana menyusul menikah walaupun sangat berat untuk melangkahi kak Laisa karena itu merupakan permintaan Kak Laisa.
Waktu terus  berlalu tubuh Laisa yang terbiasa bekerja keras akhirnya rubuh juga digerogoti penyakit yang hanya diketahui oleh ibunya. Laisa melarang Mamak Lainuri untuk memberitahukan kepada adik-adiknya , sehingga tidak ada satupun adiknya yang tahu kalau dirinya menderita kanker paru-paru, yang pada akhirnya telah sampai pada kanker stadium IV.  Dan sampailah saat dimana untuk pertama kali dan terakhir kali dalam hidupnya dia membutuhkan kehadiran adik-adiknya di sisinya, hingga akhirnya mau atau tidak, keempat adiknya tahu akan penyakitnya itu. Dan permintaan terakhir Laisa adalah melihat Yashinta menikah. Akhirnya dengan paksaan Kak Laisa, Yashinta yang bersikeras  untuk tidak mendahului Kak Laisa, menikah dengan Ghogsky. Sementara Kak Laisa sudah tidak mampu lagi berjuang melawan penyakitnya akhirnya ia meninggal dunia dan tersenyum karena telah selesai menunaikan tugasnya sebagai kakak, anak dan telah memenuhi amanat terakhir ayah tirinya.

Gaya Bahasa                         : Cerita dalam novel diceritakan secara deskriptif, sehingga hanya ada sedikit dialog antar tokoh. Namun, bahasanya tetap mudah dipahami, ringan, dan mampu membuat pembaca ikut merasakan peristiwa yang dialami tokoh.

Catatan tentang Novel : novel yang sangat menginspirasi sekali, karena banyak nilai dan pelajaran yang dapat kita ambil untuk diterapkan di kehidupan sehari-hari. Novel ini sangat cocok untuk dibaca oleh semua kalangan, dari anak kecil sampai orang tua.

Nilai-nilai :
Nilai religi       : bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa
Nilai sosial       : saling tolong menolong, menghormati, dan menyayangi.
Nilai Moral      : berbakti kepada orang tua dan orang yang lebih tua

Nilai estetika   : budaya daerah di pedesaa

BACA JUGA

ANALISIS TEKS SEJARA