Judul Buku : Hujan
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : Cetakan
pertama 2016
Jumlah Halaman : 320
halaman
ISBN :
978-602-03-2478-4
Cerita dalam novel ini bermula pada
saat Lail berada di salah satu ruang di rumah sakit untuk menghapuskan
ingatan-ingatannya tentang Esok, laki-laki yang menyelamatkannya ketika terjadi
gunung meletus dan mampu membuatnya jatuh cinta. Sebelum menghapus semua ingatannya tentang
Esok, Lail harus menceritakan semua kisahnya. Dengan demikian alat yang
digunakan akan memetakan ingatan yang ingin dihapus dan ingatan yang ingin
tetap dikenang Lail. Lail menceritakan bahwa Esok selalu menolongnya sejak
pertama kali mereka bertemu pada saat bencana gunung meletus, yang kebetulan
mulai saat itu Lail menjadi anak yatim piatu. Mereka saling jatuh cinta, tetapi
masing-masing menyembunyikan perasaan itu.
Ketika
dewasa mereka dipisahkan karena Esok diangkat menjadi anak angkat Wali Kota
yang menyekolahkan Esok di luar kota. Hal ini membuat mereka jarang
berkomunikasi, meskipun alat komunkasi saat itu sudah canggih. Namun, Lail
tidak pernah berani menelphon Esok. Sementara Esok terlalu sibuk dengan
proyeknya di sekolah. Proyek itu untuk membuat alat yang membawa manusia
sementara waktu, ketika suhu bumi sangat ekstrim, setelah semua negara
meluncurkan alat yang membuat suhu bumi semakin panas.
Karena
waktu yang terbatas, Esok dan para ilmuan hanya mampu membuat 4 alat. Sehingga,
hanya beberapa orang saja yang dipilih oleh sebuah alat yang dapat menaiki
kapal tersebut. Sayangnya, Lail tidak terpilih. Esok memiliki dua tiket, dan Lail
berpikir bahwa salah satu tiket tersebut akan diberikan ke Claudia, anak
kandung dari Wali Kota karena Lail berpkir Esok mencitai gadis itu. Pada
akhirnya Lail tidak jadi menghapus ingatannya dan Esok tidak ikut berangkat
naik kapal itu. Esok memilih hidup bersama Lail di dunia, meski suhunya dapat membunuh
semua orang dalam waktu dekat.
Dalam
novel ini Tere Liye menggambarkan masa depan yang akan muncul banyak teknologi
canggih yang selain bermanfaat ternyata juga berbahaya. Secara tidak langsung,
hal ini mengingatkan kita bahwa dunia hampir memasuki revolusi ke-4. Kisah
cinta yang mengantarkan pesan yang sesungguhnya yaitu kita harus bersyukur
denngan pemberian Tuhan, mampu membius pembaca. Sehingga pembaca tidak sadar
bahwa masalah utama yang diungkapkan penulis adalah tentang rasa syukur atas
pemberian Allah. Terutama pemberian berupa kondisi alam di negara kita yang
beriklim tropis. Selain itu, kelebihan dari novel ini yaitu, pembaca selalu
salah dalam menebak akhir cerita.
Teknologi-teknologi
yang diceritakan dalam novel ini, kurang dijelaskan secara rinci. Padahal pada
saat ini, teknologi tersebut belum ada, sehingga pembaca sulit membayangkan
bentuk dari teknologi tersebut. Penggunaan alur maju mundur saya pikir kurang
tepat. Karena untuk memunculkan alur tersebut penulis memunculkan kalimat
bahkan paragraf yang sama beberapa kali, seperti, ruangan berwarna biru, gadis
yang duduk di atas sofa hijau. Saya rasa hal itu membuat cerita menjadi
bertele-tele. Ada juga bagian yang tidak masuk akal. Seperti, ketika
diceritakan gunung meletus yang sangat dasyat sampai menghancurkan satu benua.
Di situ diceritakan, satu benua porak-poranda akibat peristiwa alam tersebut.
Namun, di situ juga diceritakan ada beberapa fasilitas dan manusia yang masih
bertahan. Seharusnya, jika gunung meletus terjadi sehebat itu, semua yang ada
di benua itu benar-benar mati atu tidak ada yang bertahan.