Cari Blog Ini

Senin, 07 September 2020

METODE PENULISAN/PENYUSUNAN SEJARAH SASTRA INDONESIA

 

Metode Estetika Resepsi dalam Penulisan Sejarah Sastra

Dalam teori ini, penelitian dipusatkan kepada pembaca karya sastra sebagai penyambut sastra. Dikemukakan kehidupan sejarah sebuah sastra tidak dapat dimengerti tanpa partisipasi aktif pembacanya (Jauss, 1974: 12). Seorang ahli sejarah sastra harus lebih dulu menjadi seorang pembaca bagi dirinya sendiri sebelum ia dapat memahami dan mengklaskan sebuah karya sastra, dengan kata lain, sebelum ia dapat menimbang penilaiannya sendiri dengan penerangan posisinya sekarang dalam kemajuan sejarah para pembaca (Jauss, 1974 : 13).

Sejarah sastra merupakan sebuah proses resepsi dan produksi estetik yang terjadi dalam pelaksanaan teks-teks sastra yang dilakuakan terus-menerus oleh pembaca, kritikus, dan penulis dalam kreativitas sastra menurut (Jauss, 1974 : 14). Adanya perbedaan pendapat para pembaca disebabkan oleh apa yang disebut horizon harapan atau cakrawala harapan. Setiap pembaca itu mempunyai konsep-konsep tertentu atas karya sastra disebabkan oleh pengalamannya, pendidikan sastra, dan bacaan-bacaan sastranya, kecakapan atau kemampuan pemahamannya atas norma-norma sastra dan pemahaman kehidupan (Segers, 1978 : 41).

Menurut teori estetika resepsi ini, sejarah sastra itu ialah sejarah karya sastra dari periode ke periode atau sejarah resepsi sastra dari periode ke periode. Jika sebuah karya sastra dinilai positif bahkan bila norma berubah, itu berarti karya tersebut mempunyai jangka hidup yang lebih panjang dari sebuah karya sastra yang efektivitas estetikanya habis dengan lenyapnya norma sastra pada masanya (Vodicka, 1964:79).

 

    2. Metode Perunutan Perkembangan Karya Sastra

Metode penyusunan sejarah sastra yang kedua adalah perunutan perkembangan karya sastra yang disusun dalam kelompok-kelompok besar atau kecil, sesuai dengan kepengarangan atau jenis-jenis sastra (genre), tipe-tipe gaya, atau tradisi kebahasaan.

Penyusunan karya sastra bukanlah hanya penderetan pembicaraan karya sastra yang terbit sewaktu disusun secara kronologis atau berdasarkan urutan waktu terbitnya semata-mata. Penyusunan sejarah sastra harus sekaligus bersifat sejarah dan sastra (Wellek, 1968 : 252), dalam arti harus berdasar urutan waktu dan perkembangan ciri-ciri instrinsik sastranya. Penyusunan sejarah sastra diperlukan diskripsi mengenai ciri-ciri sastra, sesudah diseleksi karya-karya yang bernilai, dalam setiap periode.  Karena penyusunan sejarah sastra harus mempergunakan metode literer, maka ciri-ciri sastra itu adalah ciri instrinsik dalam struktur karya sastra baik mengenai gaya bahasa, gaya cerita, alur, penokohan, sarana-sarana sastra seperti pusat pengisahan, humor, simbol, konflik, dan sebagainya maupun permasalahan, gagasan, pemikiran, kefilsafatan yang terdapat dalam karya sastra dalam jalinannya dengan struktur estetikanya.                           

 

3. Secara Sinkronis dan Diakronis

Secara sinkronis yaitu membicarakan (menulis) sejarah sastra dalam salah satu tingkat perkembangannya atau salah satu periodenya. Misalnya periode angkatan 45 atau periode Angkatan Pujangga Baru. Secara diakronik yaitu membicarakan (menulis) sejarah sastra dalam berbagai tingkat perkembangannya, dari sejak lahir hingga perkembangannya yang terakhir.

 

4. Sudut Tinjauan Perkembangan Jenis-jenis Sastranya

Ditinjau dari perkembangan jenis-jenis sastranya, baik prosa maupun puisi misalnya sejarah novel Indonesia, Sejarah Puisi Indonesia.