Cerita Panji Kuda Semirang
Raja Daha mempunyai dua orang putri. Dengan
permaisurinya ia berputra seorang bernama Galuh Candra Kirana, seorang putri
yang cantik, dan lemah-lembut tutur katanya membuat orang tertarik kepadanya.
Seorang putri lagi bernama Galuh Ajeng, keturunan yang diperoleh atas
perkawinan dengan selirnya bernama Paduka Liku. Tabiat Galuh Ajeng tidak baik
dan selalu iri hati terhadap kakak tirinya, Galuh Candra Kirana. Dayang-dayang
dan orang-orang istana tidak senang kepadanya.
Baginda raja mempunyai beberapa
orang saudara. Seorang menjadi raja di Kahuripan dan seorang menjadi raja
Gagelang, seorang lagi wanita, menjadi pertapa di Gunung Wilis dengan gelar
Gandasan.
Raja
Kahuripan
mempunyai seorang putra yang tampan dan baik perangainya, bernama Raden Inu
Kertapati. Raja Kahuripan ingin supaya putranya menikah dengan putri layaknya
sebagai menantu raja. Pilihan jatuh kepada putri saudaranya yang cantik, yaitu
Galuh Candra Kirana. Dikirimlah utusan ke Daha untuk meminang, dan dengan
senang hati raja dan rakyat menerima pinangan itu. Paduka Liku sajalah yang
tidak senang. Timbul maksud jahatnya menyingkirkan permaisuri serta Galuh
Candra Kirana, agar ia dapat menggantikan kedudukan sebagai permaisuri dan
galuh Ajeng dapat dijodohkan dengan Raden Inu Kertapati.
Pada suatu hari dibuat tapai beracun
dan disuruhnya seorang dayang memberikan tapai itu kepada permaisuri.
Permaisuri senang hati menerimanya, karena baru pertama kali itu Paduka Liku
mengirimkan makanan untuk dia. Selain itu Paduka Liku menyuruh adiknya minta
azimat (guna-guna) kepada seorang petapa sakti, agar raja sayang kepadanya.
Ketika sedang duduk santai pada sore
yang sejuk, permaisuri teringat kepada tapai pemberian Paduka Liku. Disuruhnya
seorang dayang mengambil tapai itu. Baru saja tapai dimakan, tiba-tiba badan permaisuri
kejang, mata terbelalak dan mulutnya berbusa. Dayang-dayang menjadi panik,
menangis dan Candra Kirana menjerit ketika melihat ibunya dalam keadaan
demikian. Demikian pula Mahadewi, selir baginda satu lagi sangat merasa sedih
atas kematian permaisuri. Tergopoh-gopoh baginda datang dan sangat marah kepada
Paduka Liku atas bencana yang ditimbulkannya. Namun setelah berhadapan dengan
Paduka Liku, baginda berubah sikap menjadi tenang dan tetap ramah kepadanya.
Kabar tentang wafatnya permaisuri
Daha sampai ke Kahuripan. Baginda raja Kahuripan merasa kasihan kepada Candra
Kirana atas nasibnya itu. Untuk menghiburnya Baginda ingin mengirimkan
bingkisan kepada calon menantunya. Raden Inu Kertapati disuruh membuat dua buah
boneka. Satu dari emas dan satu lagi dari perak. Boneka Emas dibungkus dengan
kain biasa, dan boneka perak dibungkus dengan sutera yang indah. Setelah
bingkisan tiba di Daha, Baginda menyuruh Galuh Ajeng memilih lebih dahulu.
Karena tamaknya diambilnya bungkusan sutera dan yang berbungkus jelek diberikan
kepada Candra Kirana.
Betapa gembira Candra Kirana setelah
membuka bungkusan ternyata yang didapatkanriya adalah boneka emas yang
berkilau-kilauan. Ditimang-timangnya boneka itu dan selalu dibawanya ke mana ia
pergi. Akhirnya Galuh Ajeng mengetahui bahwa boneka kakaknya jauh lebih bagus
dan ia ingin memilikinya. Atas bujukan Paduka Liku, Baginda menyuruh Candra
Kirana agar menukarkan boneka itu dengan boneka Galuh Ajeng. Karena Candra
Kirana tidak mau menyerahkan bonekanya, Baginda menjadi marah. Candra Kirana
diusir dan terhuyung-huyung dituntun Mahadewi ke peraduannya, bersama para
dayang dan pengasuh.
Keesokan harinya, menjelang subuh
Candra Kirana dan pengiring-pengiringnya meninggalkan istana pergi tanpa
tujuan. Di perbatasan antara Daha dan Kahuripan, menetaplah mereka, membangun
kerajaan kecil dan dengan persetujuan dayang-dayang dialah yang menjadi
rajanya. Untuk itu mereka harus menyamar sebagai pria dan ia sendiri mengganti
nama dengan Panji Semirang. Untuk memperkuat kerajaan mereka melakukan
perampokan dan memaksa semua orang yang ditahan menetap di tempat itu. Dengan
demikian rakyat makin bertambah dan kerajaan makin kuat.
Berita tentang kerajaan Panji
Semirang sampailah ke Kahuripan. Pada waktu utusan raja Kahuripan membawa
barang-barang dan uang emas kawin untuk meminang Galuh Candra Kirana, mereka
dicegat dan dirampok tentara Panji Semirang. Barang rampasan dan uang hanya
akan dikembalikan apabila Raden Inu Kertapati datang menghadap Panji Semirang.
Betapa heran dan takjub Raden Inu
Kertapati memandang Panji Semirang, seorang raja yang menarik, simpatik,
cantik, dan suaranya lembut merdu. Diadakanlah jamuan di istana Panji Semirang
untuk menyambut kedatangan Raden Inu Kertapati. Keesokan harinya, setelah semua
barang dan uang dikembalikan, berangkatlah Raden Inu Kertapati beserta
rombongan meneruskan perjalanan ke Daha menyerahkan uang jujuran (mas kawin)
kepada raja Daha.
Betapa sedih hati Panji Semirang
memikirkan kekasihnya akan melangsungkan pernikahan dengan Galuh Ajeng di Daha.
Karena itu ia memutuskan hendak pergi menjumpai bibinya, Biku Gandasari, di
Gunung Wilis dengan berpakaian wanita, untuk minta nasihat. Biku Gandasari
sangat terharu mendengar cerita dan derita kemenakannya itu. la menganjurkan
supaya Candra Kirana pergi ke Gagelang ke tempat pamannya. Karena itu kembali
Candra Kirana dan rombongan berpakaian laki-laki dan menyamar sebagai pemain
gambuh (pengamen) dengan nama Gambuh Warga Asmara. Mereka berkeliling dari kota
ke kota sambil ngamen. Sampailah ke Gagelang. Semua orang menyenangi permainan
Gambuh Warga Asmara.
Sejak hari penama pernikahan Raden
Inu Kertapati dengan Galuh Ajeng, ia menjadi pendiam, sedih hati, karena
diketahuinya bahwa istrinya itu bukanlah Galuh Candra Kirana. Ia merasa tertipu
oleh Paduka Liku. Betapa ingin hatinya berjumpa dengan Candra Kirana kekasihnya
yang dicintainya. Untuk menghibur hatinya ia memutuskan berangkat ke kerajaan
pamannya di Gagelang. Para pengiringnya mengatakan bahwa di Gagelang ada
rombongan pemain gambuh yang baik penampilannya. Usul itu dipenuhi karena
memang Raden Inu merasa ingin hiburan.
Betapa menarik dan mengharukan
permainan gambuh itu dan Inu Kertapati curiga melihat gerak-gerik para pemain
gambuh yang luwes bagai wanita. Bahkan ia merasa telah pernah melihat wajah-wajah
mereka. Karena hari telah larut malam, maka rombongan itu disuruh menginap di
dalam kraton di puri pesantren. Di tempat peristirahatannya Candra Kirana
mengenakan pakaian wanita karena rindu kepada kekasihnya, ditimang-timangnya
boneka emasnya sambil menyanyikan lagu yang merawankan hati.
Raden Inu Ketapati ingin sekali
mengetahui anggota Gambuh Warga Asmara yang sebenamya, dengan mengintip di
tempat peristirahatan mereka. Alangkah terkejutnya ia setelah melihat seorang
putri menimang-nimang boneka emas yang pemah diberikannya kepada Candra Kirana.
Tanpa ragu lagi ia memastikan bahwa sebenamya wanita itulah Candra Kirana yang
sedang dicarinya. Dengan hati yang tak sabar lagi pintu kamar dibukanya dan
bertemulah keduanya melepaskan rasa rindu, kasih, dan mesra yang telah lama
terpendam.
Candra Kirana dibawanya ke istana
Kahuripan dan menyampaikan kepada Baginda apa sebenamya yang telah terjadi.
Candra Kirana minta maaf atas kekeliruan yang telah diperbuatnya.
Dipersiapkanlah segala sesuatu untuk upacara pernikahan resmi antara Raden Inu
Kertapati dengan Galuh Candra Kirana.
Paduka Liku menjadi kecut hatinya
tatkala mendengar berita itu. Raja Daha pun tak mau memperhatikannya lagi. Ia
menyuruh adiknya untuk minta guna-guna kepada pertapa yang pernah diminta
pertolongannya dulu. Tetapi sayang di tengah perjalanan adiknya itu disambar
petir dan meninggal dunia. Paduka Liku putus asa lalu bunuh diri.