Cari Blog Ini

Senin, 07 September 2020

METODE PENULISAN/PENYUSUNAN SEJARAH SASTRA INDONESIA

 

Metode Estetika Resepsi dalam Penulisan Sejarah Sastra

Dalam teori ini, penelitian dipusatkan kepada pembaca karya sastra sebagai penyambut sastra. Dikemukakan kehidupan sejarah sebuah sastra tidak dapat dimengerti tanpa partisipasi aktif pembacanya (Jauss, 1974: 12). Seorang ahli sejarah sastra harus lebih dulu menjadi seorang pembaca bagi dirinya sendiri sebelum ia dapat memahami dan mengklaskan sebuah karya sastra, dengan kata lain, sebelum ia dapat menimbang penilaiannya sendiri dengan penerangan posisinya sekarang dalam kemajuan sejarah para pembaca (Jauss, 1974 : 13).

Sejarah sastra merupakan sebuah proses resepsi dan produksi estetik yang terjadi dalam pelaksanaan teks-teks sastra yang dilakuakan terus-menerus oleh pembaca, kritikus, dan penulis dalam kreativitas sastra menurut (Jauss, 1974 : 14). Adanya perbedaan pendapat para pembaca disebabkan oleh apa yang disebut horizon harapan atau cakrawala harapan. Setiap pembaca itu mempunyai konsep-konsep tertentu atas karya sastra disebabkan oleh pengalamannya, pendidikan sastra, dan bacaan-bacaan sastranya, kecakapan atau kemampuan pemahamannya atas norma-norma sastra dan pemahaman kehidupan (Segers, 1978 : 41).

Menurut teori estetika resepsi ini, sejarah sastra itu ialah sejarah karya sastra dari periode ke periode atau sejarah resepsi sastra dari periode ke periode. Jika sebuah karya sastra dinilai positif bahkan bila norma berubah, itu berarti karya tersebut mempunyai jangka hidup yang lebih panjang dari sebuah karya sastra yang efektivitas estetikanya habis dengan lenyapnya norma sastra pada masanya (Vodicka, 1964:79).

 

    2. Metode Perunutan Perkembangan Karya Sastra

Metode penyusunan sejarah sastra yang kedua adalah perunutan perkembangan karya sastra yang disusun dalam kelompok-kelompok besar atau kecil, sesuai dengan kepengarangan atau jenis-jenis sastra (genre), tipe-tipe gaya, atau tradisi kebahasaan.

Penyusunan karya sastra bukanlah hanya penderetan pembicaraan karya sastra yang terbit sewaktu disusun secara kronologis atau berdasarkan urutan waktu terbitnya semata-mata. Penyusunan sejarah sastra harus sekaligus bersifat sejarah dan sastra (Wellek, 1968 : 252), dalam arti harus berdasar urutan waktu dan perkembangan ciri-ciri instrinsik sastranya. Penyusunan sejarah sastra diperlukan diskripsi mengenai ciri-ciri sastra, sesudah diseleksi karya-karya yang bernilai, dalam setiap periode.  Karena penyusunan sejarah sastra harus mempergunakan metode literer, maka ciri-ciri sastra itu adalah ciri instrinsik dalam struktur karya sastra baik mengenai gaya bahasa, gaya cerita, alur, penokohan, sarana-sarana sastra seperti pusat pengisahan, humor, simbol, konflik, dan sebagainya maupun permasalahan, gagasan, pemikiran, kefilsafatan yang terdapat dalam karya sastra dalam jalinannya dengan struktur estetikanya.                           

 

3. Secara Sinkronis dan Diakronis

Secara sinkronis yaitu membicarakan (menulis) sejarah sastra dalam salah satu tingkat perkembangannya atau salah satu periodenya. Misalnya periode angkatan 45 atau periode Angkatan Pujangga Baru. Secara diakronik yaitu membicarakan (menulis) sejarah sastra dalam berbagai tingkat perkembangannya, dari sejak lahir hingga perkembangannya yang terakhir.

 

4. Sudut Tinjauan Perkembangan Jenis-jenis Sastranya

Ditinjau dari perkembangan jenis-jenis sastranya, baik prosa maupun puisi misalnya sejarah novel Indonesia, Sejarah Puisi Indonesia.

Minggu, 30 Agustus 2020

Contoh Makalah Sejarah Sastra Modern: Sastra Indonesia Angkatan 90-an

PRAKATA

 

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sastra Indonesia Angkatan 90-an” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal. Dengan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak sehingga memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Kami juga menyadari bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah yang akan kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Dan kami mengucapkan mohon maaf apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan.

 

 

 

 

  Semarang, 7 Oktober 2019

                                                                Penulis

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

                                                                                                                       

Halaman

PRAKATA................. ...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii

BAB

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ....................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................................................1

1.3 Tujuan ..................................................................................................................................2

II. PEMBAHASAN

2.1  Latar Belakang Munculnya Sastra Periode 90-an.................................................................3

2.2  Karya-Karya Sastra dan Siapa Tokoh Sastrawannya pada Sastra Periode 90-an...................4

2.3  Sinopsis dari Novel Saman Karya Ayu Utami......................................................................5

2.4  Analisis Ciri-Ciri Estetik dalam Novel Saman Karya Ayu Utami.........................................7

2.5  Sinopsis dari Novel Supernova: Akar Karya Dewi Lestari.................................................12

2.6  Analisis Ciri-Ciri Estetik Novel Supernova: Akar Karya Dewi Lestari..............................12

2.7  Peristiwa-Peristiwa Baik dalam Bidang Sastra Maupun di Luar Sastra yang Menggambarkan Sastra Periode 90-an...............................................................................19

III. PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................25

 

 

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  LATAR BELAKANG

      Sastra merupakan tulisan indah, baik yang ditulis oleh pengarang dalam kurun waktu tertentu maupun pengarang pada zaman sekarang. Selain itu juga sastra dapat dipandang sebagai gejala sosial, karena menurut Sangidu (2005:41) karya sastra merupakan tanggapan penciptanya (pengarang) terhadap dunia (realita sosial) yang dihadapinya.
      Dalam Bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk pada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Sastra biasa dibagi sastra tertulis atau sastra lisan. Sastra sebagai pengalaman batin, memperluas emosi pembaca, juga sebagai media pendidikan/ pengajaran dan memberikan inspirasi. Karya sastra sebagai hak cipta manusia selain memberikan hiburan dengan nilai baik, nilai keindahan, susunan adat istiadat, suatu keyakinan dan pandangan hidup orang lain atau masyarakat melalui karya sastra.         
                Masalah angkatan dalam sastra indonesia hingga kini masih tetap di perdebatkan. Perbedaan kriteria atau titik tolak pandangan dalam membuat penggolongan angkatan ini, menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Masalahnya menjadi semakin sulit, karena kriterianya tidak saja berdasarkan perurutan waktu, tetapi juga berdasarkan “nilai-nilai” tertentu. Bakri Siregar mencoba menjelaskan masalah ini.dia juga melihat telah lahir suatu angkatan baru dalam sastra
indonesia, yang dalam penampilannya di tandai oleh protes sosial yang ditunjukan kepada penolakan otoritas total dalam semua bidang. Secara instrinsik hal ini diwujudkan dalam penolakan wawasan estetika dari angkatan sebelumnya.

1.2 RUMUSAN MASALAH          

Rumusan masalah dari makalah ini terdiri atas:

1.      Bagaimana latar belakang munculnya sastra periode 90-an?

2.      Apa saja karya-karya sastra dan siapa tokoh sastrawannya pada sastra periode 90-an?

3.      Bagaimana sinopsis dari novel Saman karya Ayu Utami?

4.      Bagaimana analisis ciri-ciri estetik dalam novel Saman karya Ayu Utami?

5.      Bagaimana sinopsis dari novel Supernova: Akar karya Dewi Lestari?

6.      Bagaimana analisis ciri-ciri estetik novel Supernova: Akar karya Dewi Lestari?

7.      Bagaimana peristiwa-peristiwa baik dalam bidang sastra maupun di luar sastra yang menggambarkan sastra periode 90-an?

 

1.3    TUJUAN

1.      Dapat mengetahui latar belakang munculnya sastra periode 90-an?

2.      Dapat Mengetahui karya-karya sastra dan siapa tokoh sastrawannya pada sastra periode 90-an?

3.      Dapat Mengetahui sinopsis dari novel Saman karya Ayu Utami?

4.      Dapat Mengetahui analisis ciri-ciri estetik dalam novel Saman karya Ayu Utami?

5.      Dapat mengetahui sinopsis dari novel Supernova: Akar karya Dewi Lestari?

6.      Dapa mengetahui analisis ciri-ciri estetik novel Supernova: Akar karya Dewi Lestari?

7.      Dapat mengetahui peristiwa-peristiwa baik dalam bidang sastra maupun di luar sastra yang menggambarkan sastra periode 90-an?

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1 LATAR BELAKANG MUNCULNYA SASTRA PERIODE 90-AN

Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1990, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut. Karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan umum. Persoalan sejarah memang memegang peranan penting disini. Angkatan 90-an memberikan nafas, terutama surealisme pembongkaran bahasa dan mulai memunculkan masalah gender.

 Memasuki era angkatan 90an penuh kebebasan ekspresi dan pemikiran. Dengan ditemukannnya percetakan, maka karya sastra jadi bersifat individual : seorang pengarang menulis secara pribadi kemudian sampai juga secara pribadi ketangan pembacanya yang menikmatinya secara pribadi pula.

Sebetulnya pada angkatan 90 ini belum benar-benar dikatakan sebagai angkatan, namun karena banyak pengarang yang menciptakan suatu karya-karya pada tahun 90an disebutkan bahwa adanya angkatan 90 itu. Generasi 1990-an memang hanya menjadi pencatat peristiwa-peristiwa ketika fenomena “di luar” tengah diterjang badai kesemarakan beragama, sempitnya ruang artikulasi publik dan lahirnya generasi yang gamang, para penyair mengusung peristiwa “luar” itu ke dalam kamar puisinya. Maka sangat tidak mungkin menciptakan sebuah angkatan tanpa adanya perambahan estetika dari sebuah generasi yang selalu mengklaim dirinya menjaga wilayah kata-kata.

Di samping menampilkan sanjak-sanjak peduli bangsa (istilah yang diusung rubrik budaya Republika) dan karya-karya reformasi yang anti penindasan, gandrung keadilan, berbahasa kebenaran, muncul pula fenomena kesetaraan gender yang mengarah ke woman libs sebagaimana tercermin dalam karya-karya Ayu Utami dari Komunitas Sastra/Teater Utan Kayu, Jenar Mahesa Ayu, Dewi Lestari. Pada era yang bersamaan berkibar bendera Forum Lingkar Pena (FLP) dengan tokohnya HTR (Helvy Tiana Rosa) yang berobsesi mengusung Sastra Pencerahan, Menulis Bisa Bikin Kaya.

Masa Pemapanan dapat mewadahi kehidupan sastra Indonesia tahun 1965-1998 dengan alasan pada masa itu terjadi pemapanan berbagai aspek kehidupan sosial, ekonomi, politik, pers, dan pendidikan yang dampaknya tampak pada bidang sastra. Pada masa itu ilmu sastra Indonesia tampak semakin mapan di fakultas sastra, penelitian makin merak dimana-mana, dan penerbitan pun terbilang berlimpah ruah. Memang ada juga pembatasan dan penekanan disana-sini , tetapi secara keseluruhan berkembang mapan.

Masa Pembebasan dapat mewadahi kehidupan sastra Indonesia selepas reformasi Mei 1998 dengan alasan telah terjadi kebebasan bersastra yang hasilnya masih harus masih diuji oleh sejarah sebagai contoh, roman-roman Pramoedya Ananta Toer dan sejumlah “sastra perlawanan” yang sulit terbit pada masa sebelumnya ternyata sekarang dapat diterbitkan tanpa ketakutan apapun.

 

2.2 KARYA-KARYA SASTRA DAN SIAPA TOKOH SASTRAWANNYA PADA SASTRA PERIODE 90-AN

Pengarang dan Karyanya Sastra Periode 90-an antara lain:

A. Novel           
1. Ayu Utami

- Saman (1998) Larung (2001) 
2. Jenar Mahesa Ayu

- Mereka Bilang Saya Monyet  
3. Ahmadun Yosi Herfanda
          - Sajak Penari (1990)  
          - Sebelum Tertawa Dilarang (1997)   
          - Fragmen-fragmen Kekalahan (1997)           
          - Sembahyang Rumputan (1997)       
4. Hilman Hariwijaya           
          - Olga Sepatu Roda(1992)     
          - Lupus ABG - 11 novel (1995-2005)
5. Dorothea Rosa Herliany  
          - Matahari yang Mengalir (1990)       
          - Kepompong Sunyi(1993)    
          - Nikah Ilalang (1995)
          - Mimpi Gugur Daun Zaitun (1999)  
6. Gustaf Rizal         
          - Segi Empat Patah Sisi(1990)           
          - Segi Tiga Lepas Kaki(1991)
          - Ben (1992)   
          - Kemilau Cahaya dan Perempuan Buta (1999)

7. Ahmadun Yosi Herfanda

- Sajak Penari (1990)

- Sebelum Tertawa Dilarang (1997)

- Fragmen-fragmen Kekalahan (1997)

- Sembahyang Rumputan (1997)

8. Afrizal Malna

- Yang Berdiam Dalam Mikropon (1990)

- Cerpen-cerpen Nusantara Mutakhir (1991)

- Dinamika Budaya dan Politik (1991)

- Arsitektur Hujan (1995)

- Pistol Perdamaian (1996)

- Kalung dari Teman (1998)

9. Remy Sylado

- Ca Bau Kan (1999)

10. Lintang Sugianto

- Matahari Di atas Gilli (1997)

B. Kumpulan Cerpen pada Periode 90-an ini diantaranya :     
1.      Kado Istimewa (pilihan kompas, 1992)          
2.      Laki-laki yang Kawin dengan Peri (pilihan kompas, 1995)    
3.      Lampor (pilihan kompas, 1994)          
4.      Menjelang Pagi (Ratna Indraswari Ibrahim, 1994), dan lain-lain.

 

2.3 SINOPSIS DARI NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI

Saman ini mengisahkan tentang 4 sahabat yang telah menjadi sabahat dari SD, mereka adalah Laila, Cok, Yasmin, dan Shakuntala. Mereka mempunyai obsesi yang sama tentang laki-laki.

Laila jatuh cinta kepada Sihar yang sebelumnya Laila jatuh cinta pada seorang pastor bernama Wisanggeni, Laila menjadi terlibat sangat jauh dengan masalah yang dihadapi Sihar  sehingga mereka menjadi sangat dekat, masalah yang menuntut keadilan terhadap atasannya yang menyebabkan sahabat Sihar meninggal karena kelakuan atasannya. Sihar dan Laila tepaut cinta yang seharusnya tidak boleh terjadi diantara mereka, karena Sihar telah mempunyai istri dan seharusnya Laila tidak boleh menjalin cinta kepada laki-laki yang telah mempunyai istri.

Yasmin adalah seorang pengacara yang selalu membela pihak yang dirugikan tanpa berharap imbalan, Yasmin sudah menikah. Berbeda dengan Cok yang selalu berganti-ganti pasangan dan dikenal sebagai wanita yang binal. Shakuntala yang merupakan sahabat dari Cok, Yasmin dan Laila yang mendapat beasiswa seni tari di New York, dengan mendapatkan beasiswa di New York Shakuntala mempunyai maksud untuk menjauhi ayahnya. Keempat sahabat ini memilki jiwa social yang tinggi yang menimbulkan mereka terlibat dalam masalah yang serius yaitu masalah yang menimpa Sihar dan Wisanggeni.

Mengatasi masalah yang tengah dihadapi Sihar, yang menuntut keadilan karena kecerobohan sang atasan salah satu rekan kerja sihar meninggal. Sihar yang dibantu oleh Wis dan Yasmin yang merupakan pengacara berusaha menuntaskan masalah tersebut. Karena masalah tersebut Laila dan Sihar menjadi sangat akrab hingga mereka berdua merencanakan untuk berkencan, namun kencan tersebut digagalkan oleh Sihar karena tek tega lantaran Laila masih perawan.

Wisanggeni yang terlibat masalah serius disuatu daerah bernama perabumulih, disana Wisanggeni bertemu dengan Upi seorang gadis yang terganggu kejiwaannya, penyakit gangguan jiwanya tersebut dimafaatkan oleh para lelaki yang tidak bertanggung jawab, Wisanggeni bertemu Upi, ketika Upi terjebur dalam sumur, entah karena apa Wisanggeni memandang Upi berbeda dan Wisanggeni ingin menolongnya, hingga Wisanggeni mengantarkan Upi pulang kesuatu desa. Sesampainya Wisanggeni di desa tersebut dia mendapatkan kenyataan bahwa Upi mengalami gangguan jiwa yang harus dimasukkan dalam kandang dengan kaki terantai. Orang tua Upi menjelaskan bahwa mereka terpaksa melakukan itu karena Upi sudah keterlaluan karena hampir membahyakan orang disekitar, Upi yang dalam sakit gangguan jiwa tersebut, sering merasakan masturbasi yang membuat Wisanggeni semakin prihatin.

Hampir setiap minggu Wisanggeni pergi ke desa Upi untuk membangun tempat yang layak untuk Upi, hingga suatu hari Wisanggeni terlibat terlalu dalam pada masalah didesa tersebut yaitu membantu perekonomian warga yang ada didesa tersebut, Wisanggeni dapat membantu mereka dengan bantuan dana dari ayahnya serta izin dari kepala pastor untuk membantu desa tersebut. Didesa itu Wisanggeni membuat pembangkit listrik dan menanam pohon karet yang perlahan-lahan membuat perekonomian warga didesa tersebut mulai membaik.

Namun, rencana mereka tidak lancar, karena keputusan pemerintah yang mengalihkan pengolahan lahan tersebut pada perusahaan swasta perkebunan kelapa sawit. Tentunya keputusan pemerintah tersebut sangat merugikan warga desa, sehingga Wisanggeni dan warga desa bersikukuh untuk mempertahankan perkebunan karet yang perlahan-lahan membuat perekonomian warga tersebut semakin membaik. Namun, teror demi teror menyerang desa tersebut hingga suatu ketika warga desa dan Wis terjebak. Sehingga perkebunan tersebut dapat dikuasai oleh perusahaan swasta dan Wisanggeni ditangkap dan siksa dalam penjara dipaksa mengaku hal yang sebenarnya tidak Wisanggeni lakukan. Wisanggeni merasa sangat bersalah dan kecewa kapada dirinya sendiri karena Upi tidak dapat diselamatkan.

Laila dan Sihar berjanji akan berkencan di New York. Namun, Sihar tidak menepati janji, sehingga menyulut kemarahan Shakuntala yang merupakan sahabat Laila. Namun, Laila selalu membela Sihar dan mengagungkan Sihar, Shakuntala tidak habis pikir dengan laila yang selalu setia mencintai orang, berbeda dengan Shakuntala yang selalu berganti pasangan yang sesuai dengan apa yang dinginkannya.

Wisanggeni berhasil keluar dari penjara, kemudian dia mengirim surat ke ayahnya, dia meminta bantuan untuk dikirimi uang dan meminta ayahnya untuk memberi tahu Yasmin bahwa Wisanggeni membutuhkan bantuan, akhirnya Yasmin membantu Wisanggeni. Yasmin mengusulkan agar Wisanggeni pergi dari Indonesia, Yasmin dan Cok membantu penyamaran Wisanggeni dengan sangat rapi sehingga tidak ada orang yang mengenali Wisanggeni. Wisanggeni dilarikan ke New York tanpa sepengatuhuan orang lain. Namun, tengah perjalanan itu Yasmin tidak bisa menahan perasaan sedihnya karena kepergian Wisanggeni. Akhirnya, mereka melakukan hubungan terlarang yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang pastor.

Selama wisanggeni pergi ke New York dia berganti nama menjadi Saman. Saman menjadi sangat dekat dengan Yasmin dan sangat mencintai yasmin .Perasaan dan nafsu yang selama ini di pendam selama ia menjadi pastor, kini berubah menjadi perasaan penuh cinta terhadap Yasmin.

 

2.4 ANALISIS CIRI-CIRI ESTETIK DALAM NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI

A. Unsur Instrinsik

a. Tema

Tema dari Novel “Saman” adalah seksualitas dari perspektif perempuan yang masih tabu. Maksutnya dalam novel ini kisah yang diceritakan adalah banyak membicarakan masalah seks yang vulgar seperti bagaiman ketika tokoh Laila dan Sihar berada di hotel , kemudian Saman dan Yasmin berselingkuh.

b. Alur

Dalam novel Saman, penulis menggunakan Alur Campuran atau Gabungan. Karena jelas sekali dalam novel Saman ini penulis membuat latar waktu yang berbolak balik.

c. Tokoh dan penokohan

1. Laila

Watak: lugu , penuh kebimbangan , tulus ,rela berkorban

Bukti: “…dia katakan apakah saya siap? Saya jawab ,tolong saya masih perawan “ 

2. Saman : baik , religius , penuh kasih sayang , rela berkorban

– Religius : Saman adalah seorang pastur dan mengabdikan dirinya di gereja

– Penuh kasih sayang : Saman membangunkan rumah baru untuk Upi , gadis gila yang di pasung ditempat sempit yang lebih buruk dari kandang kambing

– Rela berkorban : Saman rela mengabdikan dirinya di desa Upi untuk membantu warga di perkebunan

3. Shakuntala

Watak    : pemberontak

Bukti     : Shakuntala adalah wanita yang membenci ayahnya dan akhirnya tinggal di New york agar bisa jauh dari sang ayah

4. Cok

Watak    : binal

Bukti     : Wanita yang suka berganti-ganti pacar dan telah menyerahkan keperawanannya sejak Smp

5.      Yasmin

Watak : pintar , nakal , tidak setia

Bukti:

– Yasmin masuk kuliah di fakultas hukum UI tanpa tes

– Yasmin sudah tinggal satu rumah dengan pacarnya sebelum menikah

– Yasmin mencintai dan berselingkuh dengan Saman

6.      Sihar

Watak : tidak setia , suka memberi harapan palsu

Bukti:

– Sihar berselingkuh dengan Laila

– Sihar tidak menepati janjinya untuk bertemu dengan Laila di New york.

7.      Rosano

Atasan Sihar, seorang yang ramah, manis, tetapi angkuh. Putra seorang pejabat Departemen Pertambangan.

Dibuktikan dengan: Rosano menyapa dengan gayanya yang khas:ramah, manis, angkuh. Belakangan Laila mendengar dari Sihar bahwa lelaki itu adalah putra seorang pejabat Departemen pertambangan. (Saman, hal.13)

8.      Upi

– Merupakan orang yang mengalami keterbelakangan mental.

– Dibuktikan dengan: Kemudian si ibu bercerita tentang anak perempuan yang gila. (Saman, hal. 71)

9.      Anson

– Kakak Upi yang pekerja keras matanya buta sebelah.

– Dibuktikan denagn: Anson abangnya,memarahinya dan mencoba menyelamatkan bebek itu. (Saman, hal. 72)

10.  Mak Argani

– Ibu Upi yang baik hati.

– Dibuktikan dengan: Mak argani serta beberapa ibu merawat istri Anson disana yang lain engabsen gadis gadis. (Saman, hal. 98)

11.  Hasyim Ali

– Sahabat dekat Sihar yang sangat menyayangi keluarga dan pekerja keras.

– Dibuktikan dengan: Ia berasal dari lingkungan petani kecil kelapa di Sumatra Selatan sehingga dengan penghasilannya sebagai buruh minyak, sekitar satu setengah sampai dua juta rupiah sebulan, dia adalah penopang utama ekonomi keluarga. (Saman, hal 20)

d. Lattar/Setting

1. Tempat : pertambangan minyak, desa Prabumulih, New york, hotel, dan taman

Hal ini dapat dibuktikan dari kutipan dalam novel berikut:

“ Di taman ini saya adalah seekor burung …” ,“…meski Perabumulih tak banyak berubah “

2. Waktu : masa rezim orde baru

Latar belakang novel ini adalah Indonesia pada tahun 80-an dan 90-an di masa rezim Orde Baru memerintah dengan otoriter.

Dibuktikan dengan:

Pada halaman 44 ditulis : Prabumuli 1962.

Dan di halaman pertama ditulis : Central Park, 28 Mei 1996.

Suasana : menegangkan , mencekam , menyedihkan

“…situasi mencekam , bahkan siang lengang , orang-orang takut keluar rumah”

f. Amanat

– Sebagai pimpinan harus bijaksana dan mau mendengarkan pendapat anggotanya.

– Sebagai seorang suami harus setia terhadap pasanganya.

– Jangan memperlakuan orang yang keterbelakangan dengan semena-mena.

– Bagi pemerintah untuk memikirkan nasib rakyat yang tertindas.

– Secara garis besar kita dapat melihat adanya suatu perjuangan, pengorbanan, keikhlasan sebagai amanat yang terkandung dalam novel Saman. Namun tidak dapat menutup mata bahwa novel Saman juga banyak mengulas mengenai sex, bahkan secara vulgar, yang amantnya hanya diperoleh bagi pembaca yang benar benar sudah dewasa.

g. Dari Segi Kebahasaan            

Dalam novel “Saman “ bahasa yang digunakan adalah bahasa indonesia yang mudah dipahami karena merupakan bahasa sehari-hari . Hanya saja dalam beberapa kalimat di temulan penggunaan bahasa kiasan yang agak sukar di pahami .

Sebagai contoh kutipan novel saman pada halaman 1 yaitu, manusia menamai mereka, sepertiorangtua memanggil anak-anaknya, meski pun tumbuhan memanggil anak-anaknya,meskipun tumbuhan itu lebih tua. Rafflesia Arnoldi memang tidak mekar di central aprak melainkan di hutan tropis  dataran tinggi Malaya, tetapi kita tahu laki-laki inggris kemuian menjadi ayah bunga itu”.

Penggunaan novel “Saman” banyak menggunakan kalimat vulgar seperti contohnya dikutip dari novel saman halaman 4 yaitu“dia katakan dada saya besar, saya jawab tidak sepatah kata dia katakan apakah saya siap , saya jawab tolong saya masih perawan, dia katakan bibir saya indah ciumlah cium disini”

Dalam novel ini bahasa yang digunakan adalah bahasa yang hanya bisa di pahami oleh orang dewasa , sehingga sangat tidak sesuai jika dibaca oleh anak smp dan sma

Seperti contoh dalam kutipan halaman 199

     “aku terkena aleorotisme . bersetubuh dengan likas tapi membayangkan kamu , ia bertanya-tanya kenapa sekarang aku semakin sering minta agar lampu di matikan .sebab yang aku bayangkan adalah wajah kamu , tubuh kamu .”

B. Unsur Ekstrinsik

Dalam novel Saman ini pengarang banyak memberikan nilai-nilai yang terkandung dalam novel ini, diantaranya:

1. Nilai Politik

Jelas terlihat pada ketidakadilan terhadap perempuan dan masyarakat kalangan bawah maupun kalangan atas. Ketidakadilan pada perempuan yaitu terdapat pada kejadian pemerkosaan yang terjadi pada penokohan Upi si gadis gila dan istri Anson. Dimana disitu laki-laki hanya memikirkan nafsu birahi saja tanpa memikirkan akibat kedepannya. Ketidakadilan pada pada masyarakat yaitu terlihat pada Rosano, seorang pengusaha kaya yang bisa membayar hukum dengan kekuasaannya sehingga ia bisa bebas dalam aturan hukum. Kemudian pada Saman yang harus merasakan penyiksaan dan penyanderaan karna dianggap sebagai komunis. Padahal ia hanya menjadi sukarelawan untuk memajukan sebuah desa namun pemerintah memperlakukan secara tidak adil.

2. Nilai Sosial

Terlihat pada kebaikan dan ketulusan hati Saman yang membantu  membuatkan rumah untuk si Upi perempuan gila. Karna ia tidak tega melihat seorang wanita yang tidak diberikan dan diperlakukan secara tidak seharusnya.terbukti pada kutipan berikut:

“ Lihat, Upi! Sangkar emasmu sebentar lagi jadi. Minggu depan kubikinkan juga amben dan meja makan. Katanya dengan bangga.”(halaman 76)

3. Nilai Agama

Terlihat pada kesopanan Saman pada warga desa ketika Suasana desa yang gaduh dan Saman mencoba menenangkan wanita-wanita dengan berusaha mengingatkan warga pada agamanya, meskipun Saman berbeda agama dengan warga-warga tersebut. Terbukti pada kutipan berikut :

“ Wis meminta wanita-wanita itu bersalawat…. Semoga Tuhan melembutkan hati orang-orang yang mungkin akan mengepung.” (halaman 99)

4. Ideologi

Menggambarkan perempuan-perempuan yang mandiri, dan memperjuangkan diri mereka sebagai perempuan yang menjadi korban dari berbagai permasalahan. Mereka adalah tokoh menggambarkan bahwa pahlawan tak hanya laki-laki, namun perempuan pun bisa jadi pahlawan dan memperjuangkan Hak Asasi Manusia. Perempuan juga bisa berkarya dan memiliki pengetahuan yang luas. Ayu Utami mengangkat permasalahan hidup mereka, lalu bagaimana mereka menghadapinya, adalah gambaran dari ketangguhan perempuan.

Kemudian pada penokohan Saman, yang memperjuangkan nasib masyarakat golongan bawah dengan cara mereka yang ekstrim. Meskipun tokoh Saman sendiri tidak bisa dikatakan sepeunuhnya komunis karena pada awalnya ia hanya pura-pura jadi penganut komunis, tapi ia mungkin masuk golongan sosialis.

 

 

 

2.5 SINOPSIS DARI NOVEL SUPERNOVA: AKAR KARYA DEWI LESTARI

Bodhi, adalah seorang remaja yang berani melakukan suatu hal untuk menemukan apa yang selama ini ia harus temukan. Perjalanannya dimulai ketika ia sudah tumbuh dewasa, ia mulai mencari jati dirinya yang sebenarnya, perjalanannya dimulai ketika dia meninggalkan Vihara, bersama rombongan pendeta Buddha menyebrang dari Pulau Jawa menuju Sumatera, tepatnya di Belawan Sumatera Utara. Hidup tanpa identitas dan tak tahu asal kelahiran dan tanggal lahir, membuatnya terus bertahan hingga suatu ketika dengan dokumen palsu dan paspor yang dibuat oleh Ompu Berlin, ia memutuskan menyebrang ke Penang. Disana ia berjumpa beberapa pelancong dan memberinya arahan tentang perjalanan.

     Perjalanannya kemudian berlanjut di Bangok yang merupakan tempat berkumpulnya para pelancong di seluruh dunia, disana Bodhi tinggal di penginapan bersama beberapa pelancong yang suka datang dan pergi seenaknya, hingga pada suatu saat, datanglah seorang bernama Kell yang juga pelancong dan seniman tato. Hari-hari Bodhi di Bangkok selalu bersama Kell, sembari diajarkan membuat tato oleh Kell, ia mencoba mencari nafkah dengan membuatkan tato.

Di tengah-tengah Bodhi dan Kell, hadir lagi seorang pelancong dari Hollywood bernama Star, Star merupakan wanita paling cantik yang pernah dijumpai oleh Bodhi, dari perempuan inilah, Bodhi merasakan sebuah perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Bodhi melakukan perjalanannya yang mempertemukan ia dengan pengasuh Bob Marley yang bernama Georgie, itu adalah pertemuan yang singkat bagi Bodhi, di sana ia bekerja sebagai pemanen daun ganja di tempat yang disebut Golden Triangle dengan upah yang lumayan, setelah mendapatkan uang yang ia butuhkan, ia kembali ke Bangkok untuk menemui Kell, Kell tak ada lagi di sana. Dengan niat bulat dan yakin, ia mencari keberadaan Kell, pertemuan ini menjadi yang terakhir baginya, karena tak lama bertemu, Kell mengalami kecelakaan ranjau yang dialaminya. Setelah kepergian Kell, Bodhi melanjutkan perjalanannya kembai ke Indonesia, dia menemukan sebuah misteri yang membuat rasa penasarannya tinggi akan hal itu.

 

2.6 ANALISIS CIRI-CIRI ESTETIK NOVEL SUPERNOVA: AKAR KARYA DEWI LESTARI

A. Unsur-Unsur Intrinsik Novel Supernova: Akar

a. Tema

Tema dari novel Supernova: Akar karya Dee Lestari yaitu pencarian jati diri. Bodhi, sebagai tokoh utama mencari jati dirinya yang hakiki dengan berpetualang menjadi backpacker. Ia berharap kesejatian tersebut dapat menjawab pertanyaannya selama ini yang menjadi bahan perenungan dan kebimbangan. Pertanyaan tersebut antara lain dari mana dia berasal, dari mana manakah akar dia berasal. Hal ini sesuai dengan judul novel ini, yaitu akar.

b. Tokoh

1. Bodhi

Bodhi adalah seorang laki-laki  yang saat itu berusia 23 tahun, berkepala botak bergaya straight edge. Ada susunan tulang seperti tulang belakang membelah kepalanya mulai dari puncak dahi ke belakang dan menghilang perlahan di pangkal tulang leher. Itu adalah salah satu dari banyak keanehan seorang Bodhi. Saking banyaknya keanehan Bodhi, guru dan para sahabatnya curiga bahwa dia bukan manusia biasa.

2. Kell

Kell berumur sekitar 35 tahun. Ayahnya seorang Irlandia yang juga pengelana, menikahi wanita Mesir, dan jadilah Kell dengan kombinasi genetika yang sempurna. Kell mempunyai enam belas istri (lebih pantas disebut suami karena merekalah yang menghidupi Kell) di seluruh dunia. Kell adalah seorang tattooist. Dia bisa langsung tahu siapa yang butuh digambar, dan gambar apa yang mereka butuhkan.

3. Ishtar    
   Seorang cewek super cantik dan seksi. Dia sering menggoda Bodhi. Sialnya, Bodhi benar-benar.

4. Tristan

Tristan Sanders adalah seorang backpacker gondrong asal Australia yang sedang berkeliling Asia Tenggara.

5. Bong

 Bong adalah tokoh yang muncul di awal cerita sekaligus manusia yang terakhir ditemui Bodhi setelah Kell, Ishtar dan Tristan. Bong tergabung dalam kumpulan orang-orang punk, lebih tepatnya dia adalah ketua geng. Bong dituakan dan dihormati seluruh scene di negeri itu karena paling cerdas dan berwawasan. Tidak seperti manusia punk pada umumnya, sesungguhnya dia adalah manusia cerdas. Bong membaca. Dia tahu sejarah. Dia membuka mata terhadap dunia. Dia tahu ujung-pangkal luar-dalam kenapa ia memilih jalan hidup seperti itu. Bong, mewaliki sosok pemuda Indonesia yang memprotes sistem kapitalisme yang menjajah manusia dengan caranya sendiri.

6. Guru Liong

Guru Liong (Zang Ta Long) adalah seorang biksu yang berasal dari China. Guru Liong adalah orang yang mengasuh dan membesarkan Bodhi.

c. Watak Tokoh

1. Bodhi

a. Mudah putus asa

Bodhi adalah tokoh yang kehidupannya penuh penderitaan, khususnya penderitaan batin. Sumber penderitaannya adalah ketidaktahuan akan identitasnya dan terutama indera keenam yang dimilikinya. Hal ini membuat Bodhi menjadi sosok yang mudah putus asa dan menganggap mati adalah jalan keluar. Hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa kutipan “Aku ingin si 'aku' mati. Siapapun itu sesungguhnya. Karena hidup ini terlalu sakit. Capek. Mau muntah. BLAH! PUAH! Hrrrrgkh . . . ]”.

b. Penakut dan bimbang

Karena masa lalunya dan pengalaman dengan indera keenamnya, Bodhi menjadi sosok yang mudah takut dan bimbang. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan “Dan kalimatnya menggetarkan nadiku. Empat bulan lebih aku tidak merasakan keanehan apa-apa. Empat bulan lebih aku terbebas dari takut tapi detik itu, aku kembali merasa terancam.”

c. Rajin

Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan “Hampir tiga bulan penuh saya dan Kell terus bersama. Setiap hari saya melatih garis dengan penggunaan jarum tunggal sampai lima jarum sekaligus, melatih teknik gradasi dan pewarnaan.”

2.  Ishtar

Istar memiliki watak yang jahat. Ia selalu membawa amanat buruk seperti Star selalu mencari perhatian Bodhi dengan berbagai macam cara. Bahkan Star hampir menodai kesucian Bodhi sebagai umat Budha.

3. Guru Liong

Guru Liong memiliki watak yang sabar dan rendah hati. Selalu menaungi Bodhi dan dengan sabar merawat Bodhi selama delapan belas tahun. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan “Kali pertama dalam delapan belas tahun, aku memberanikan diri untuk menyentuh muka orang itu, manusia yang selalu memayungiku seperti langit. Kutangkupkan kedua tanganku di pipi tuanya.

4. Kell

Watak tokoh Kell adalah suka berpetualang, humoris, sabar, baik, kreatif, dan mudah bergaul. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan “Namanya Kell. Umurnya barangkali sekitar 35-an. Ayahnya orang Irlandia yang juga pengelana, menikahi wanita Mesir, dan jadilah dia dengan kombinasi genetika yang sempurna. Kami semua berpikir kenapa dia tidak jadi bintang film”.

5. Tristan

Tristan adalah orang yang baik yang mau membantu Bodhi. Di awal tidak diceritakan agamanya, tetapi ketika Bodhi bertemu dengan Tristan Sanders, Tristan sudah menjadi seorang Budha yang taat.

6. Bong

Tidak seperti manusia punk pada umumnya, sesungguhnya dia adalah manusia cerdas. Ia pemberani, hal ini dapat dilihat dari keberaniannya memprotes sistem kapitalisme yang menjajah manusia dengan caranya sendiri.

d. Setting

a. Tempat

1. Bandung

Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan “Aku baru tiba di stasiun Bandung dengan tujuan awal vihara Vipassana Graha di Desa Sukajaya, Lembang, yang kata orang jauh sekali sampai mendekati Cimahi”.

2. Jakarta

Setelah Bandung, penulis menyuguhkan Ibu Kota sebagai latar. Disini penulis hanya berfokus pada tokoh utama sebagai penyiar radio gelap, penganut punk, dan orientator bagi anak-anak jalanan yang bermasalah.

3. Kota Medan dan Kota Surabaya

Penulis telah menyuguhkan Kota Bandung dan Kota Jakarta, selanjutnya penulis menyuguhkan Kota Medan dan Kota Surabaya. Di sini penulis hanya sekedar menceritakan Kota Medan sebagai kota peralihan sebelum tokoh utama memualai perjalan. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan “Menyusupkan saya ke rombongan pandita yang akan pergi ke Medan, membelikan tiket...” (Lestari, 2012). Guru Liong menyusupkan saya ke rombongan pendeta yang akan menuju Medan. Di Medan, Bodhi bekerja sebagai pelayan di salah satu hotel.

Sedangkan untuk Kota Surabaya ini adalah tempat dimana tokoh utama hidup. Dari pertama kali tokoh utama ditemukan didepan vihara. Sampai tokoh utama berniat untuk meninggalkan vihara demi mencari kesejatian hidupnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan “Saya belajar hampir segalanya di Vihara Pit Yong Kiong, daerah Lawang, 60-an km dari Surabaya ke selatan”

4. Malaysia

Negara Malaysia adalah negara dimana tokoh utama mendapatkan bekal berupa paspor palsu made in Ompung Berlin. Karena paspor inilah tokoh utama dapat memulai perjalanan demi mencari kesejatian hidupnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan novel “Tidak pernah kukira, tiga hari setelah pertemuan pertamaku dengan kakek sakti yang seram-seram imut itu, aku bisa naik kapal laut ke Penang”.

5. Bangkok                   

Bangkok adalah kota pertama diperjalanan hidup si tokoh utama. Di sini tokoh utama menjadi backpacker yang mempertemukannya dengan backpacker lain. Di Bangkok inilah si tokoh utama mengalami masalah klimaks yang hampir melunturkan kesuciannya sebagai umat Sang Budha. Di Bangkok pula si tokoh utama bertemu dengan seorang backpacker yang mengajarinya seni tatto.

6. Laos                          

Setelah penulis menceritakan masalah tokoh dengan latar Bangkok, penulis kembali menghadirkan Laos sebagai latar tempat di novel Supernova Episode Akar. Tokoh utama melawati berbagai rintangan dan koflik fisik dengan masyarakat Laos. Bahkan tokoh utama hampir saja dibunuh oleh pasukan komunis Khmer Merah. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan ”Perjalanan ke Laos memang bagai mimpi, yang justru membuatku tersadar, sudah terlalu lama aku di Bangkok”.

7. Golden Triangle

Penulis kembali memberika latar tempat yang menakjubkan. Golden Triangle terdapat hamparan kebun ganja yang sangat luas. Setiap harinya banyak orang-orang yang memetik daun ganja. Tidak hanya orang asia saja, bahkan orang barat pun ikut berkumpul di Golden Triangle. Di sini tokoh utama bertemu dengan teman lamanya sesama backpacker. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan “Dan, sekarang kamu ada di Golden Triangle, so forget the rest of the globe”.

b. Waktu

1. Pagi  

“Permisi, Mas Bodhi. Selamat pagi [suaranya selip lagi]---Ehm!”. Saat sedang mandi di indekosnya, Bodhi ditagih uang sewa yang menunggak selama 6 bulan.

2. Bulan Keenam

 “Bulan keenam, dan selalu lolos. Tinggal gratis dari pertama masuk”. Bodhi ditagih uang sewa indekosnya. Namun, sampai bulan keenam, Bodhi belum juga membayar uang sewa.

3. Malam hari

“Baru tengah malam aku kembali ke Srinthip. Semua kantong tidur sudah terisi. Kecuali punya Kell”.

4. Sore Hari

“Star meminta izin ke yang lain untuk memakai kamar beberapa jam pada sore hari. Saat semua orang beraktivitas dan ada di luar”.

c. Suasana

1. Menegangkan

“Penjelasanku yang tidak mereka mengerti membuat suasana memanas dan seru-seruan kami yang babur bertumpuk membuat keempat pria ini makin naik pitam. Sekelebat kulihat seorang bersiap mengangkat senjata di depan perutnya. Terdengar suara kokangan. Badanku kaku”. Saat tengah malam Bodhi ditawan oleh empat pria tentara komunis Khmer Merah. Tentara komunis Khmer Merah menentang siapa saja yang bukan golongan komunis. Berbatasan bahasa membuat Bodhi semakin terpojokkan, hingga akhirnya Bodhi berbohong kalau dia adalah seorang komunis. Mendengar kata komunis, empat pri tentara komunis Khmer Merah mempersilahkan Bodhi untuk melewati daerah mereka dengan syarat Bodhi harus menyerahkan apa saja yang dia punya kepada Khmer Merah.

2. Tenang

“Udara sejuk seketika menerpa kulit begitu bus kami tiba di Vang Vieng. Sesampainya Bodhi di Vientiene, dia memutuskan untuk menjadi turis. Kota pertama yang menjadi tujuannya adalah Vang Vieng. Van Vieng merupakan surga bagi para turis. Di Van Vieng Bodhi lebih banyak menghabiskan waktu luangnya untuk duduk membaca kitab, menyusun jadwal wisata. Di sini Bodhi ingin benar-benar merasakan jadi turis.

3. Sunyi

 “Hari-hariku yang bisu. Persis ayam potong, aku hanya diberi makan dua kali sehari”. Semenjak kepergian bapak tua yang menolong Bodhi dari tentara komunis Khmer Merah pergi. Dan Bodhi disuruh menunggu sampai bapak tua itu kembali. Selama Bodhi menunggu di rumah bapak tua itu, tidak ada percakapan apapun dengan istri dan anak dari bapak tua itu. Hal itu disebabkan karena keterbatasan bahasa komunikasi.

4. Mengharukan

He’s not dying,” desisku, “because he can’t die. Not yet.” Kupejamkan mata beberapa saat. Kell, aku dapat mendengarmu. Lebih jernih dari apapun. Kau membawanya dalam ranselmu. Tunggu aku, tunggu aku (Lestari, 2012). Tetap di tempat yang telah meledak, Kell sedang mengalami masa sekaratnya. Tapi Bodhi tetap meyakini bahwa Kell tidak akan mati. Bodhi langsung meminta alat DC power unit 1 ampere kepada Khieu Tang. Kemudian Bodhi menyambar tas merah anggur milih Kell. Dengan segera dia mendekati Kell dan langsung menatto tubuh Kell.

e. Alur                                         

Alur yang digunakan dalam novel Supernova Episode Akar adalah alur campuran. Novel Supernova Episode Akar terdiri dari tiga bagian, yaitu: “Keping 34”, “Keping 35”, dan “Keping 36”. Keping 34 menceritakan tokoh Gio yang bertemu Chaska di Bolivia. Alur yang digunakan adalah alur maju. Keping 35 dimulai dengan kisah Bodhi pada masa kini. Kemudian kisah dengan alur mundur, yaitu Bodhi bercerita tentang pengalaman masa lalunya. Keping 35 pertama-tama menggunakan alur maju, kemudian alur mundur, selanjutnya alur maju. Alur keping 35 merupakan alur yang sangat kompleks. Keping 36 menggunakan alur maju.Berikut digambarkan alur novel Supernova Episode Akar.

f. Sudut Pandang

Sudut pandang yang ditentukan oleh pengarang dalam novel ini adalah orang pertama pelaku utama. Dari tahap pengenalan masalah sampai tahap anti klimaks.

g. Amanat

Pengarang menyampaikan suatu amanat dalam novel Supernova Episode Akar. Amanat dalam novel Supernova Episode Akar, yaitu carilah kesejatian hidup yang hakiki. Jangan pernah gentar akan masalah yang dihadapi. Jika kita selalu berpegang teguh pada keyakinan, kita akan selalu dilindungi Tuhan. Sama seperti tokoh Bodhi. Demi mencari kesejatiannya, Bodhi bertekad untuk berpetualang. Dalam perjalanannya untuk pencarian kesejatian, Bodhi tidak lepas dari berbagai masalah. Dengan bantuan Tuhan, Bodhi dapat melewati semuanya.

h. Gaya Bahasa      

Gaya penulisan novel dengan mengunakan pencampuran bahasa antar negara menghasilkan kekhasan pada novel tersebut. Supernova menggunakan beberapa bahasa seperti, Indonesia, Inggris, dan beberapa bahasa negara lain serta bahasa daerah di Indonesia. Novel dengan menggunakan pencampuran bahasa akan menambah keunikan novel tersebut. Memang, pada novel ini masih didominasi oleh bahasa Indonesia, akan tetapi penggunaan bahasa negara lain oleh tokohnya akan menambah pengetahuan pembaca tentang bahasa negara lain.     

B. Unsur-Unsur Ekstrinsik Novel Supernova: Akar

a.Nilai social : menguasai bahasa asing ,kesetikawanan yang tinggi antar sesame Backpacker

b. Nilai moral : menghargai perbedaan individu

 

2.7 PERISTIWA-PERISTIWA BAIK DALAM BIDANG SASTRA MAUPUN DI LUAR SASTRA YANG MENGGAMBARKAN SASTRA PERIODE 90-AN

 Adanya perdebatan yang terjadi pada angkatan 90-an yaitu diawali pada tahun 1994, tiga media cetak ditutup Pemerintah: Tempo,Editor, dan Detik. Inilah yang merangsang insiatif untuk membangun Komunitas Utan Kayu. Maka berdirilah Institut Studi Arus Informasi (1995) dan Galeri Lontar (1996) di sebuah kompleks bekas rumah-toko di Jalan Utan Kayu 68-H Jakarta Timur. Menyusul kemudian, Teater Utan Kayu (1997).
            Ketika dulu banyak perdebatan antar individu, kini perdebatan itu tertuang dalam sebuah komunitas-komunitas. Perdebatan itu sekarang milik Komunitas Utan Kayu (KUK) atau lebih khusus kepada Teater Utan Kayu (TUK) dengan Komunitas Ode Kampung (KOK).           
     TUK yang dihuni seniman tenar (Nirwan Dewanto, Sitok Srengenge, Goenawan Mohamad, Ayu Utami, dan Eko Endarmoko) menjadi pengendali sekaligus aset terpenting dalam keberadaan komunitas ini. Mereka menghasilkan sebuah eksklusivitas tanpa merambah sastra komunitas lain. Banyak karya sastra yang dihasilkan dari komunitas ini, dengan gaya yang begitu bebas. Memakai gaya yang dulu dianggap begitu tabu, kini dipergunakan dengan lantang dan santainya. Salah satu tokohnya, Ayu Utami, yang terlihat dalam novel Saman dan Larung. Dalam novel ini Ayu menggunakan kebebasan dalam bersastra hingga menggunakan bahasa yang vulgar. Goenawan Mohamad  menganggapnya sebagai suatu risiko dalam kesusastraan Indonesia modern. Akibat yang harus ditanggung jika sastra kita ingin menuju pada tahap modern.
     Perdebatan antara KUK dengan TUK-nya dan KOK dengan Boemipoetra-nya hanyalah sebagai perdebatan sastra bocah. Perdebatan yang dikeluarkan bukan bersifat membangun, tidak seperti yang dilakukan oleh tahun-tahun dulu. Ketika itu perdebatan pertama yang muncul antara STA dan Armijn Pane adalah mencakup hal dasar, yaitu dasar budaya bangsa kita: barat atau timur.  
   Pada majalah Recak dapat diketahui bahwa letak perdebatan ini karena ketidaksenangan Saut Situmoranng melihat Goenawan Mohamad memanfaatkan mitos baru tentang TUK yang mulai menggeser keberadaan Horizon dan TIM untuk mendominasi dunia sastra Indonesia dalam memenuhi ambisi ekstraliterer mereka. Hal tersebut dimulai dengan skandal menangnya novel Saman di Sayembara Roman Dewan Kesenian Jakarta 1998. Setelah itu penghargaan kepada Ayu Utami dari Prince Claus Award karena karyanya dianggap meluaskan batas penulisan dalam masyarakat. Dalam Saman, Ayu Utami tidak sungkan-sungkan membahas masalah seks. Tapi mungkin zamannya sudah berubah, kini masalah seks sudah bukan merupakan hal yang tabu untuk diungkapkan. Ironis, bahwa yang mengungkap secara detail dan sedikit jorok dalam novel ini adalah justru seorang wanita yaitu Ayu Utami.

Sukses dengan novel pertamanya, Dee meluncurkan novel keduanya, Supernova Dua yang berjudul Akar pada 16 Oktober 2002. Novel ini sempat mengundang kontroversial karena dianggap melecehkan umat Hindu. Umat Hindu menolak dicantumkannya lambang Omkara/Aum yang merupakan aksara suci Brahman Tuhan Yang Maha Esa dalam Hindu sebagai cover dalam bukunya. Akhirnya desepakati bahwa lambang Omkara tidak akan ditampilkan lagi pada edisi ke-2 dan seterusnya.

Sejarah pun menggambarkan, kesusastaran yang mengakui seks(ualitas) menjadi
peristiwa kesusastaran yang memancing caci-puji dari wilayah kesusastaran dalam
menjelmakan peristiwa kemasyarakatan yang berbuntut pencekalan, penyensoran, dan
pemberangusan.
Sejarah menawarkan bahwa kesusastaran yang mengusung seks(ualitas) mengandung eksperimen dalam konteks kesusastaran dan kemasyarakatan. Reaksi-reaksi itu menjadi bukti   bahwa seks(ualitas) maish tabu dikalangan sastra dan masyarakat moderen. Padahal peristiwa intim antartubuh tampil rileks dan polos dalam kesusastaran Jawa tradisional tanpa penolakan dari masyarakatnya dan dijunjung sebagai karya adiluhung (Gatoloco dan Centini, misalnya).    
         Alasan filosofis tak ampuh didakwahkan untuk menginsafkan khalayak yang menuding karya sastra sebagai pornografi dan juga musykil menuntut karya sastra dipandang melulu melalui kaca mata estetika. Alasan-alasan itu merupakan cita-cita, idealisme, atau tekad kreativitas kesusastraan.            Tabiat kreativitas kerap menolak kemapanan nilai demi kebaruan yang radikal,         sedangkan masyarakat meneguhi tradisi, ajaran, dan tata nilai soal moral-kata selama berabad-abad. Akibatnya komunikasi kesusastraan yang mengusung seks(ualitas) berubah menjadi konfrontasi. Kesusastraan yang mengusung seks (ualitas) kerap dipandang sebagai pembrontakan terhadap kemapanan dalam kesusastraan dan kemasyarakatan. Pemberontakan itu merupakan isyarat aspiratif kesusastraan yang tak ingin absen mengucapkan kenyataan seksualitas.
   Walau tahu dihadang ancaman tabu, cita-cita kesusastraan tak mundur atau takluk, sebab ekspresi seks (ualitas) merupakan unsur kehidupan yang penting, mendasar, dan berharga sebagaimana politik ataupun agama. Sementara itu kesusastraan dipahami awam sebagai medium penggali keluhuran, penebar nilai kearifan kolektif. Kesusastraan diharapkan memenuhi kebutuhan manusia pada kebaikan dan kebenaran. Sedangkan kesusastraan modern cenderung menjadi medan eksperimen seni dan cara memandang kenyataan, bukan pelanggeng keyakinan estetis atau pandangan tertentu. Kesusastraan modern tidak hanya menggambarkan kanyataan yang indah dan arif, tapi juga kenyataan yang najis dan bejad. Akibatnya kesusastraan modern kerap dicap sebagai oposisi atau alternatif bagi kemapanan tradisi, nilai, dan pandangan masyarakat maupun aliran kesusastraan tertentu.       
               Sejarah aliran kesusastraan merupakan interaksi atau pertarungan antara pandangan kesusastraan dengan pandangan kemasyarakatan. Sejarah tumbuhnya aliran realisme yang menginginkan sosok kenyataan yang apa adanya tak bisa lepas dari reaksi terhadap hegemoni aliran romantisisme yang getol merekam kenyataan yang molek dan tata krama agung kaum borjuis.
               Secara politis, realisme mendukung cara pandang kaum proletar, dan romantisisme mewakili cara pandang kaum borjuis. Kedua aliran itu berakar pada konsep yang berseberangan dalam memandang kenyataan. Aliran-aliran itu bersaing untuk membentuk kenyataan sesuai konsepnya masing-masing. Kesusastraan yang mengusung seks(ualitas) menyimpan risiko-risiko yang mengakomodasi kesusastraan dan kemasyarakatan berada dalam interaksi yang rawan.         Sebab, kemapanan nilai kerap serupa lepra yang dihindari kesusastraan yang haus pembauran dan penjelajahan kreativitas. Dan bagi masyarakat, pemberontakan nilai dalam kesusastraan
dianggap bentuk kreativitas terkutuk yang menyesatkan. Masyarakat ingin kemapanan nilai
dan perlakuan sastra tak bersepakat dengan itu. Maka kepenyairan acap dicitrakan sebagai dekaden, terkutuk, bid’ah atau subversif karena dianggap mencemari nilai yang suci.
               Kreativitas atau pembaruan kesusastraan sering dicap sebagai pemberontakan oleh otoritas tradisi, moral, politik, dan kekuasaan yang terusik egonya, dan keterusikan itu menjadi motif pelanggaran, pencekalan, dan pemberangusan. Sejarah kesusastraan menggambarkan bahwa kontroversi kesusastraan yang mengusung seks(ualitas) menyelenggarakan pertarungan nilai yang melahirkan kekeraskepalaan dan kekompromian, pujian, dan cacian, juga pemenang dan pecundang. Inilah makna yang penting dan berharga dari kesusastraan yang mengusung masalah seks(ualitas) alias perkelaminan: tak sebatas urusan bagus-buruk sebagai teks, tapi juga pandangan bajik-bejad dalam konteks masyarakat                     
               Sekumpulan tulisan yang menyerang sanjung-puji para kritikus terhadap para penulis perempuan Indonesia mutakhir. Argumentasinya mantap. Dalam lima tahun terakhir ladang sastra kita ramai oleh gunjingan telah terjadi krisis kritik sastra. Mutu kritik dituding tak bisa mengimbangi membanjirnya karya sastra sebagai objek kritik dengan tumbuhnya media massa dan penerbitan. Pendeknya, kritik sastra kita, sebagai sebuah ranah sastra tersendiri, sudah mati.      
               Ada yang menuding krisis itu berpangkal karena adanya “politik sastra”. “Politik” itu berupa kuatnya jaringan personal antara komunitas-komunitas sastra terkemuka (yang di dalamnya ada kritikus terkemuka juga) dengan para penulis. Penulis yang bisa masuk ke dalam jaringan-jaringan kritikus arus utama itu akan mendapat tempat dalam ranah sastra kita.       
               Aktivis sastra cyber, Saut Situmorang, gencar menyuarakan tudingan dan asumsi ini. Bukan tanpa kebetulan jika istrinya, Katrin Bandel, penulis buku Sastra Perempuan Seks ini,juga punya asumsi yang sama. “Buku ini lahir dari rasa kecewa terhadap permainan politik sastra semacam itu,” tulis Katrin. Penulis asal Jerman ini menuding para kritikus dalam jaringan itu telah tidak adil dalam menilai sebuah karya. Katrin menunjukkan pilih kasih para kritikus itu. Karya yang mendapat tempat dan sanjung-puji itu secara kualitas, dalam penilaian Katrin, ternyata biasa-biasa saja. Sementara itu, banyak karya lain yang punya kualitas lebih terlewat dari gunjingan para kritikus di media massa hanya karena dia tak punya kontak ke jaringan kritikus arus utama itu.       
               Dan sepanjang delapan tahun ini, sastra kita (terutama novel dan cerita pendek) ramai oleh tema seputar seks yang ditulis perempuan. Para kritikus arus utama menilai hadirnya perempuan mengangkat dan membongkar seks dari kotak tabu selama ini sebagai bentuk pemberontakan perempuan terhadap budaya patriarki—sebuah budaya yang makin kentara dalam gunjingan yang riuh itu bahwa perempuan memang baru dihargai karena dia perempuan.  Sebab, belum pernah terdengar ada penulis laki-laki dipuji karena dia terlahir sebagai laki-laki. Inilah fokus yang mengambil sebagian besar sorotan Katrin terhadap karya sastra kita dewasa ini. Dia, misalnya, menyoroti dua novel Ayu Utami, Saman dan Larung, yang dianggap “novel terbaik sependek sejarah sastra Indonesia modern”.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUPAN

 

3.1 KESIMPULAN

Pada akhir bab ini kami pemakalah menarik kesimpulan bahwa salah satu pelopor pada angkatan 90 ini Ayu Utami dengan karyanya “Saman”. Karya-karya populer yang berkembang menunjukan adanya peningkatan kemajuan sastra dari massa pembacanya.
Sebetulnya angkatan 90 ini masih diragukan apakah ini merupakan angkatan atau bukan, kerena menurut kami angkatan 90 banyak berbau dengan angkatan 2000 atau angkatan reformasi. Seperti pada angkatan-angkatan sebelumnya bahwasanya angkatan 90 ini pun penuh kebebasan ekspresi dan pemikiran dengan sastrawan wanita yang menonjol.
Selain itu, Pada masa itu ilmu sastra Indonesia tampak semakin mapan, penelitian makin merak dimana-mana, dan penerbitan pun terbilang berlimpah ruah. Karya-karya yang sulit terbit pada masa sebelumnya ternyata pada angkatan ini  dapat diterbitkan tanpa ketakutan apapun.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Adicahya, Yusa. (2017, 3 April). Makalah Sejarah Sastra Angkatan 90an. Diakses di: http://cigemblongindah.blogspot.com/2017/04/makalah-sejarah-sastra-angkatan-90an.html

Maharanni. (2016, 8 November). Unsur Ekstrinsik Novel Saman Karya Ayu Utami. Diakses di: https://maharanniazwar.wordpress.com/2016/11/08/unsur-ekstrinsik-novel-saman-karya-ayu-utami/

Maulana, Zulkifli Eka. (2017, 11 Juni). Kuis Novel “Supernova: Akar” SMAN 41 Thn 2017. Diakses di: http://kuisbisman41.blogspot.com/2017/06/kuis-novel-supernova-akar-sman-41-thn.html 

Sarajivo, Almadinda Yiolita. (2013, 11 Maret). Isi KTI Analisis Unsur Instrinsik Novel Supernova Episode Akar Karya Dewi Lestari. Diakses di http://dindasrjv.blogspot.com/2013/03/1st-kti-analisis-unsur-intrinsik-novel.html

Yulinshine. (2015, 3 Desember). Analisis Novel “Saman” Karya Ayu Utami. Diakses di: https://yulinshine.wordpress.com/2015/12/03/analisis-novel-saman-karya-ayu-utami-2/

Arif. (2010, 5 Desember). Periode Angkatan 2000 (1990-2000). Diakses di http://arifrohmansocialworker.blogspot.com/2010/12/periode-angkatan-2000-1990-2000.html