TUGAS MATA KULIAH PENGANTAR ILMU
PENDIDIKAN
MAKALAH PERMASALAHAN PENDIDIKAN
Dosen
Pengampu:
Akaat
Hasjiandito, S. Pd., M. Pd.
Oleh:
Rombel:
17
Kelompok:
9
1.
Salma
Rosita Nutingtyas (2101418066)
2.
Fitri
Andriani (2101418067)
3.
Nila
Tsurayya (7101418096)
4.
Ummi
Farika (7101418257)
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
Sekaran Gunungpati
Semarang, Telp: (024) 8508093, Email: humas@mail.unnes.ac.id
2018-2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Permasalahan Pendidikan” ini
dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dengan bimbingan
dan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Kami juga menyadari bahwa di dalam makalah
ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan karya tulis ilmiah yang
akan kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami
bagi siapapun yang membacanya. Kami mengucapkan mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.
Semarang, September 2018
Penyusun
Daftar Isi
Halaman Judul . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i
Kata Pengantar . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .ii
Daftar Isi. . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .iii
BAB I PENDAHULUAN:
A. Latar Belakang. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .1
B. Rumusan Masalah. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .1
C. Tujuan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .2
D. Manfaat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
BAB II PEMBAHASAN:
A. Permasalahan Pokok Pendidikan. . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . .3
B. Macam-Macam Masalah Pokok
Pendidikan.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
C. Faktor Pendukung Masalah Pendidikan. . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . .8
D. Pemecahan Masalah Pokok Pendidikan. . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . 13
E. Permasalahan Aktual Pendidikan. . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . 15
F.
Upaya
Penanggulangan Permasalahan Aktual Pendidikan di Indonesia. . . . . .18
BAB III PENUTUPAN:
A. Kesimpulan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .20
B. Saran. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20
Daftar Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .21
BAB
I
PENDAHULUAN
A
Latar Belakang
Sistem pendidikan menjadi bagian yang
tak terpisahkan dari kehidupan sosial budaya dan masyarakat sebagai
suprasistem. Pembangunan sistem pendidikan tidak mempunyai arti apa-apajika
tidak sinkron dengan pembangunan nasional. Kaitan yang erat antara bidang pendidikan
sebagai sistem dengan sistem sosial budaya
sebagai suprasistem tersebut di mana sistem pendidikan menjadi
bagiannya, menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga permasalahan intern
sistem pendidikan itu menjadi sangat kompleks. Artinya, suatu permasalahan
intern dalam sistem pendidikan selalu ada kaitannya dengan dengan
masalah-masalah di luar sistem pendidikan itu sendiri. Misalnya masalah mutu
hasil belajar suatu sekolah tidak dapat dilepas dari kondisi sosial budaya dan
ekonomi masyarakat di sekitarnya, dari mana murid-murid sekolah tersebut
berasal, serta masih banyak lagi faktor-faktor lainnya di luar sistem
persekolahan yang berkaitan dengan mutu hasil belajar tersebut.
Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan
sumber daya manusia untuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu
diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan
tantangan-tantangan baru, yang sebagiannya sering tidak dapat diramalkan
sebelumnya. Sebagai konsekuensi logis, pendidikan selalu dihadapkan pada
masalah-masalah baru. Masalah yang dihadapi dunia pendidikan itu demikian luas,
pertama karena sifat sasarannya yaitu
manusia sebagai makhluk misteri, kedua karena usaha pendidikan harus
mengantisipasi ke hari depan yang tidak segenap seginya terjangkau oleh daya
ramal manusia. Oleh karena itu, perlu adanya rumusan-rumusan masalah-masalah
pokok yang dapat dijadikan pendidik dalam mengemban tugasnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa saja permasalahan
pokok pendidikan?
2. Apa
saja macam-macam masalah pokok pendidikan?
3. Apa
saja faktor pendukung masalah
pendidikan?
4. Apa
saja pemecahan masalah pokok pendidikan?
5. Apa
saja permasalahan aktual pendidikan?
6.
Apa saja upaya
penanggulangan permasalahan aktual pendidikan di Indonesia?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui permasalahan pokok pendidikan
2. Untuk
mengetahui macam-macam masalah pokok pendidikan
3. Untuk
mengetahui faktor pendukung
masalah pendidikan
4. Untuk
mengetahui pemecahan masalah pokok pendidikan
5. Untuk
mengetahui permasalahan aktual pendidikan
6. Untuk
menetahui upaya penanggulangan permasalahan aktual pendidikan di Indonesia
D.
Manfaat
1. Untuk mengetahui
permasalahan pokok pendidikan
2. Untuk mengetahui
macam-macam masalah pokok pendidikan
3. Untuk mengetahui faktor pendukung masalah pendidikan
4. Untuk mengetahui
pemecahan masalah pokok pendidikan
5. Untuk mengetahui
permasalahan aktual pendidikan
6. Untuk menetahui
upaya penanggulangan permasalahan aktual pendidikan di Indonesia
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Permasalahan Pokok Pendidikan
Sistem pendidikan menjadi bagian yang
tak terpisahkan dan kehidupan sosial budaya dan masyarakat sebagai suprasistem.
Pembangunan sistem pendidikan tidak mempunyai arti apa-apa jika tidak sinkron
dengan pembangunan nasional. Kaitan erat yang erat antara bidang pendidikan
sebagai sistem dengan sistem sosial budaya sebagai suprasistem tersebut dimana
sistem pendidikan menjadi bagiannya, menciptakan kondisi sedemikian rupa
sehingga permasalahan intern dalam sistem pendidikan selalu ada kaitan dengan
masalah-masalah diluar sistem pendidikan itu sendiri. Misalnya masalah mutu
hasil belajar suatu sekolah tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosial budaya
dan ekonomi masyarakat di sekitarnya, darimana murid-murid sekolah tersebut
berasal, serta masih banyak lagi faktor-faktor lainnya di luar sistem persekolahan
yang berkaitan dengan mutu hasil belajar tersebut.
Berdasarkan
kenyataan tersebut maka penanggulangan masalah pendidikan juga sangat kompleks,
menyangkut banyak komponen dan melibatkan banyak pihak.
Pada
dasarnya ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di Indonesia
dewasa ini, yaitu :
a.
Bagaimana semua warga
negara dan menikmati kesempatan pendidikan
b. Bagaimana
pendidikan dapat membekali peserta didik dengan keterampilan kerja yang mantap untuk dapat terjun ke dalam kancah
kehidupan bermasyarakat.
B. Macam-Macam Masalah Pokok Pendidikan
Permasalahan pendidikan merupakan suatu
kendala yang menghalangi tercapainya tujuan pendidikan. Pada bab ini akan
dibahas beberapa hal yang merupakan permasalahan pendidikan di Indonesia.
Adapun permasalahan tersebut adalah sebagai berikut.
a. Pemerataan
Pendidikan
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), kata pemerataan berasal dari kata dasar rata, yang
berarti: 1) meliputi seluruh bagian, 2) tersebar kesegala penjuru, dan 3)
sama-sama memperoleh jumlah yang sama. Sedangkan kata pemerataan berarti
proses, cara, dan perbutan melakukan pemerataan. Jadi dapat disimpulkan bahwa
pemerataan pendidikan adalah suatu proses, cara dan perbuatan melakukan
pemerataan terhadap pelaksanaan pendidikan, sehingga seluruh lapisan masyarakat
dapat merasakan pelaksanaan pendidikan.
Pelaksanaan
pendidikan yang merata adalah
pelaksanaan program pendidikan yang dapat menyediakan kesempatan yang
seluas-luasnya bagi seluruh warga negara Indonesia untuk dapat memperoleh
pendidikan. Pemerataan dan perluasan pendidikan atau biasa disebut perluasan
keempatan belajar merupakan salah satu sasaran dalam pelaksanaan pembangunan
nasional. Hal ini dimaksudkan agar setiap orang mempunyai kesempatan yang sama
unutk memperoleh pendidikan. Kesempatan memperoleh pendidikan tersebut tidak
dapat dibedakan menurut jenis kelamin,
status sosial, agama, amupun letak lokasi geografis.
Dalam propernas tahun 2000-2004 yang mengacu kepada GBHN
1999-2004 mengenai kebijakan pembangunan pendidikan pada poin pertama
menyebutkan:
“Mengupayakan
perluasan dan pemeraatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh
rakyat Indonesia menuju terciptanya Manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan
peninggakatan anggaran pendidikan secara berarti“. Dan pada salah satu tujuan
pelaksanaan pendidikan Indonesia adalah untuk
pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan bagi setiap warga negara.
Dari penjelasan
tersebut dapat dilihat bahwa Pemerataan Pendidikan merupakan tujuan pokok yang
akan diwujudkan. Jika tujuan tersebut tidak dapat dipenuhi, maka pelaksanaan
pendidikan belum dapat dikatakan berhasil. Hal inilah yang menyebabkan masalah
pemerataan pendidikan sebagai suatu masalah yang paling rumit untuk
ditanggulangi.
Permasalahan
Pemerataan dapat terjadi karena kurang tergorganisirnya koordinasi antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, bahkan hingga daerah terpencil
sekalipun. Hal ini menyebabkan terputusnya komunikasi antara pemerintah pusat
dengan daerah. Selain itu masalah pemerataan pendidikan juga terjadi karena
kurang berdayanya suatu lembaga pendidikan untuk melakukan proses pendidikan,
hal ini bisa saja terjadi jika kontrol pendidikan yang dilakukan pemerintah
pusat dan daerah tidak menjangkau daearh-daerah terpencil. Jadi hal ini akan
mengakibatkan mayoritas penduduk Indonesia yang dalam usia sekolah, tidak dapat
mengenyam pelaksanaan pendidikan sebagaimana yang diharapkan.
b.
Mutu dan Relevansi Pendidikan
Mutu sama halnya
dengan memiliki kualitas dan bobot. Jadi pendidikan yang bermutu yaitu
pelaksanaan pendidikan yang dapat menghsilkan tenaga profesional sesuai dengan
kebutuhan negara dan bangsa pada saat ini. Sedangkan relevan berarti bersangkut
paut, kait mangait, dan berguna secara langsung.
Sejalan dengan
proses pemerataan pendidikan, peningkatan mutu untuk setiap jenjang pendidikan
melalui persekolahan juga dilaksanakan. Peningkatan mutu ini diarahkan kepada
peningkatan mutu masukan dan lulusan, proses, guru, sarana dan prasarana, dan
anggaran yang digunakan untuk menjalankan pendidikan.
Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Faktor terpenting yang mempengaruhi adalah mutu proses
pembelajaran yang belum mampu menciptakan proses pembelajaran yang berkualitas.
Hasil-hasil pendidikan juga belum didukung oleh sistem pengujian dan penilaian
yang melembaga dan independen, sehingga mutu pendidikan tidak dapat dimonitor
secara ojektif dan teratur.Uji banding antara mutu pendidikan suatu daerah
dengan daerah lain belum dapat dilakukan sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga
hasil-hasil penilaian pendidikan belum berfungsi unutk penyempurnaan proses dan
hasil pendidikan.
Selain itu,
kurikulum sekolah yang terstruktur dan sarat dengan beban menjadikan proses
belajar menjadi kaku dan tidak menarik. Pelaksanaan pendidikan seperti ini
tidak mampu memupuk kreatifitas siswa unutk belajar secara efektif. Sistem yang
berlaku pada saat sekarang ini juga tidak mampu membawa guru dan dosen untuk
melakukan pembelajaran serta pengelolaan belajar menjadi lebih inovatif.
Akibat dari
pelaksanaan pendidikan tersebut adalah menjadi sekolah cenderung kurang
fleksibel, dan tidak mudah berubah seiring dengan perubahan waktu dan
masyarakat. Pada pendidikan tinggi, pelaksanaan kurikulum ditetapkan pada
penentuan cakupan materi yang ditetapkan secara terpusat, sehingga perlu
dilaksanakan perubahan kearah kurikulum yang berbasis kompetensi, dan lebih
peka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Rendahnya mutu dan
relevansi pendidikan juga disebabkan oleh rendahnya kualitas tenaga pengajar.
Penilaian dapat dilihat dari kualifikasi belajar yang dapat dicapai oleh guru
dan dosen tersebut. Dibanding negara berkembang
lainnya, maka kualitas tenaga pengajar pendidikan tinggi di Indonesia memiliki
masalah yang sangat mendasar.
Melihat permasalahan tersebut, maka
dibutuhkanlah kerja sama antara lembaga pendidikan dengan berbagai organisasi
masyarakat. Pelaksanaan kerja sama ini dapat meningkatkan mutu pendidikan.
Dapat dilihat jika suatu lembaga tinggi melakukan kerja sama dengan lembaga
penelitian atau industri, maka kualitas dan mutu dari peserta didik dapat
ditingkatkan, khususnya dalam bidang akademik seperti tekonologi industri.
c.
Efisiensi
dan Efektifitas Pendidikan
Sesuai dengan pokok permasalahan
pendidikan yang ada selain sasaran pemerataan pendidikan dan peningkatan mutu
pendidikan, maka ada satu masalah lain yang dinggap penting dalam pelaksanaan
pendidikan, yaitu efisiensi dan efektifitas pendidikan. Permasalahan efisiensi
pendidikan dipandang dari segi internal pendidikan. Maksud efisiensi adalah
apabila sasaran dalam bidang pendidikan dapat dicapai secara efisien atau
berdaya guna. Artinya pendidikan akan dapat memberikan hasil yang baik dengan
tidak menghamburkan sumberdaya yang ada, seperti uang, waktu, tenaga dan
sebagainya.
Pelaksanaan proses pendidikan yang
efisien adalah apabila pendayagunaan sumber daya seperti waktu, tenaga dan
biaya tepat sasaran, dengan lulusan dan produktifitas pendidikan yang optimal.
Pada saat sekarng ini, pelaksanaan pendidikan di Indonesia jauh dari efisien,
dimana pemanfaatan segala sumberdaya yang ada tidak menghasilkan lulusan yang
diharapkan. Banyaknya pengangguran di Indonesia lebih dikarenakan oleh kualitas
pendidikan yang telah mereka peroleh. Pendidikan yang mereka peroleh tidak
menjamin mereka untuk mendapat pekerjaan sesuai dengan jenjang pendidikan yang
mereka jalani.
Pendidikan yang efektif adalah
pelaksanaan pendidikan dimana hasil yang dicapai sesuai dengan rencana /
program yang telah ditetapkan sebelumnya. Jika rencana belajar yang telah
dibuat oleh dosen dan guru tidak terlaksana dengan sempurna, maka pelaksanaan
pendidikan tersebut tidak efektif.
Tujuan dari pelaksanaan pendidikan
adalah untuk mengembangkan kualitas SDM sedini mungkin, terarah, terpadu dan
menyeluruh melalui berbagai upaya. Dari
tujuan tersebut, pelaksanaan pendidikan Indonesia menuntut untuk menghasilkan
peserta didik yang memeiliki kualitas SDM yang mantap. Ketidakefektifan pelaksanaan
pendidikan tidak akan mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas. Melainkan
akan menghasilkan lulusan yang tidak diharapkan. Keadaan ini akan menghasilkan
masalah lain seperti pengangguran.
Penanggulangan masalah pendidikan ini
dapat dilakukan dengan peningkatan kulitas tenaga pengajar. Jika kualitas
tenaga pengajar baik, bukan tidak mungkin akan meghasilkan lulusan atau produk
pendidikan yang siap untuk mengahdapi dunia kerja. Selain itu, pemantauan
penggunaan dana pendidikan dapat mendukung pelaksanaan pendidikan yang efektif
dan efisien. Kelebihan dana
dalam pendidikan lebih mengakibatkan tindak kriminal korupsi dikalangan pejabat
pendidikan. Pelaksanaan pendidikan yang lebih terorganisir dengan baik juga
dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pendidikan. Pelaksanaan kegiatan
pendidikan seperti ini akan lebih bermanfaat dalam usaha penghematan waktu dan
tenaga.
C.
Faktor Pendukung Masalah Pendidikan
Masalah pokok
pendidikan akan terjadi di dalam dalam bidang pendidikan itu sendiri. Jika di
analisis lebih jauh, maka sesungguhnya permasalahan pendidikan berkaitan dengan
beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya masalah itu. Adapun faktor-faktor
yang dapat menimbulkan permasalahan pokok pendidikan tersebut adalah sebagai
berikut.
1. IPTEK
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi pada saat ini berdampak pada pendidikan di Indonesia. Ketidaksiapan
bangsa menerima perubahan zaman membawa perubahan tehadap mental dan keadaan
negara ini. Bekembangnya ilmu pengetahuan telah membentuk teknologi baru dalam
segala bidang, baik bidang social, ekonomi, hokum, pertanian dan lain
sebagainya.
Sebagai negara berkembang Indonesia
dihadapkan kepada tantangan dunia global. Dimana segala sesuatu dapat saja
berjalan dengan bebas. Keadaan seperti ini akan sangat mempengaruhi keadaan
pendidikan di Indonesia. Penemuan teknologi baru di dalam dunia pendidikan,
menuntut Indonesia melakukan reformasi dalam bidang pendidikan. Pelaksanaan
reformasi tidaklah mudah, hal ini sangat menuntut kesiapan SDM Indonesia untuk
menjalankannya.
2. Laju Pertumbuhan
Penduduk
Laju pertumbuhan yang sangat pesat akan
berpengaruh tehadap masalah pemerataan serta mutu dan relevansi pendidikan.
Pertumbuhan penduduk ini akan berdampak pada jumlah peserta didik. Semakin
besar jumlah pertumbuhan penduduk, maka semakin banyak dibutuhkan
sekolah-sekolah unutk menampungnya. Jika daya tampung suatu sekolah tidak
memadai, maka akan banyak peserta didik yang terlantar atau tidak bersekolah.
Hal ini akan menimbulkan masalah pemerataan pendidikan.
Tetapi apabila jumlah dan daya tampung
suatu sekolah dipaksakan, maka akan terjadi ketidakseimbangan antara tenaga
pengajar dengan peserta didik. Jika keadaan ini dipertahankan, maka mutu dan
relevansi pebdidikan tidak akan dapat dicapai dengan baik.
Sebagai negara yang berbentuk kepulauan,
Indonesia dihadapkan kepada masalah penyebaran penduduk yang tidak merata.
Tidak heran jika perencanaan, sarana dan prasarana pendidikan di suatu daerah
terpencil tidak terkoordinir dengan baik. Hal ini diakibatkan karena lemahnya
kontrol pemerintah pusat terhadap daerah tersebut. Keadaan seperti ini adalah
masalah lainnya dalam bidang pendidikan.
Keterkaitan antar masalah ini akan
berdampak kepada keadaan pendidikan Indonesia.
3. Permasalahan
Pembelajaran
Pelaksanaan kegiatan belajar adalah
sesuatu yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Dalam kegiatan belajar
formal ada dua subjek yang berinteraksi, Yaitu pengajar/pendidik (guru/dosen)
dan peserta didik ( murid/siswa, dan mahasiswa).
Pada saat sekarang ini, kegiatan
pembelajaran yang dilakukan cenderung pasif, dimana seorang pendidik selalu
menempatkan dirinya sebagai orang yang serba tahu. Hal ini akan menimbulkan
kejengahan terhadap peserta didik. Sehingga pembelajaran yang dilakukan menjadi
tidak menarik dan cenderung membosankan. Kegiatan belajar yang terpusat seperti
ini merupakan masalah yang serius dalam dunia pendidikan.
Guru / dosen yang berpandangan kuno
selalu menganggap bahwa tugasnya hanyalah menyampaikan materi, sedangakan tugas
siswa/mahasiswa adalah mengerti dengan apa yang disampaikannya. Bila peserta
didik tidak mengerti, maka itu adalah urusan mereka. Tindakan seperti ini
merupakan suatu paradigma kuno yang tidak perlu dipertahankan.
Dalam hal penilaian, Pendidik
menempatkan dirinya sebagai penguasa nilai. Pendidik bisa saja menjatuhkan,
menaikan, mengurangi dan mempermainkan nilai perolehan murni seorang peserta
didik. Pada satu kasus di pendidikan tinggi, dimana seorang dosen dapat saja
memberikan nilai yang diinginkannya kepada mahasiswa tertentu, tanpa
mengindahkan kemampuan atau skill yang dimiliki oleh mahasiswa tersebut. Proses
penilaian seperti sungguh sangat tidak relevan.
4.
Aspirasi
masyarakat
Dalam dua darsa warsa
terakhir ini aspirasi masyarakat dalam banyak hal meningkat, khususnya aspirasi
terhadap pendidikan hidup yang sehat, aspirasi terhadap pekerjaan, kesemuanya
ini mempengaruhi peningkatan aspirasi terhadap pendidikan. Orang mulai melihat
bahwa untuk dapat hidup yang lebih layak
dan sehat harus ada pekerjaan tetap yang menopang, dan pendidikan
memberi jaminan untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan menetap itu.
Pendidikan dianggap memberikan jaminan bagi peningkatan taraf hidup dan
pendakian ditangga social. Sebagai akibat dari meningkatnya aspirasi terhadap
pendidikan maka orang tua mendorong anaknya untuk bersekolah, agar nantinya
anak-anaknya memperoleh pekerjaan yang lebih baik daripada orang tuanya
sendiri. Dorongan yang kuat ini juga terdapat pada anak-anak sendiri.
Mereka (orang tua dan
anak-anak) merasa susah jika mendapat rintangan dalam bersekolah dan
melanjutkan studi. Mungkin ini dapat dipandang sebagai indicator tentang betapa
besarnya aspirasi orang tua dan anak terhadap pendidikan itu.
Apa akibat yang timbul
dari perubahan social tersebut? Gejala yang timbul ialah membanjirnya pelamar
pada sekolah-sekolah. Arus pelajar menjadi meningkat. Di kota-kota, di samping
pendidikan formal mulai bermunculan beraneka ragam pendidikan nonformal.
Beberapa hal yang tidak
dikehendaki antara lain ialah seleksi penerimaan siswa pada berbagai jenis dan
jenjang pendidikan menjadi kurang objektif, jumlah murid dan siswa perkelas
melebihi yang semestinya, jumlah kelas setiap sekolah membengkak, diadakannya
kesempatan belajar bergilir pagi dan sore dengan penguranganjam belajar, kekurangan
sarana belajar, kekurangan guru, dan
seterusnya. Dampak langsung dan tidak langsung dari kondisi sebagaimana
digambarkan itu ialah terjadinya penurunan kadar efektifitas. Dengan kata lain,
massalisasi pendidikan menghambat upaya pemecahan masalah mutu pendidikan.
Massalisasi pendidikan ibarat perusahaan konveksi pakaian yang hanya melayani
tiga macam ukuran (large, medium, small). Kebutuhan individual yang khusus
tidak terlayani.
Namun demikian tidaklah
berarti bahwa aspirasi terhadap pendidikan harus diredam, justru sebaliknya
harus tetap dibangkitkan dan ditingkatkan, utamanya pada masyarakat yang belum
maju dan masyarakat di daerah terpencil, sebab aspirasi menjadi motor penggerak
roda kemajuan.
5.
Keterbelakangan
budaya dan sarana kehidupan
Keterbelakangan budaya
adalah suatu istilah yang diberikan oleh sekelompok masyarakat (yang menganggap
dirinya sudah maju) kepada masyarakat lain pendukung suatu budaya. Bagi
masyarakat pendukung budaya, kebudayaanya pasti dipandang sebagai sesuatu yang
bernilai dan baik. Terlepas dari kenyataan apakah kebudayaannya tersebut
tradisional atau sudah ketinggalan zaman. Karena itu penilaian dari masyarakat
luar ini dianggap subjektif. Semestinya masyarakat luar itu bukan harus
menilainya melainkan hanya melihat bagaimana kesesuaian kebudayaan tersebut
dengan tuntutan zaman. Jika sesuai dikatakan maju dan jika tidak sesuai lalu
dikatakan terbelakang.
Sesungguhnya tidak ada
kebudayaan yang secara mutlak statis, apalagi mandeg, tidak mengalami
perubahan. Sekurang-kurangnya bagian unsur-unsurnya berubah. Berubahnya
unsur-unsur kebudayaan tersebut tidak selalu bersamaan satu dengan yang lain.
Ada unsur yang lebih cepat dan ada yang lambat laun brubah, namu yang jelas
terjadinya perubahan tidak pernah terhenti sepanjang masa, bahkan meskipun
perubahan yang baru itu kea rah negative.apalagi pada abad ke-20 ini, dimana
perkembangan iptek demikian pesat dan merambah ke seluruh bidang kehidupan.
Khususnya dengan
munculnya penemuan-penemuan baru di bidang telekomunikasi/televise dan
transportasi yang menimbulkan revolusi informasi yang menembus batas-batas
antarnegara dan bangsa danmembuat bumi menjadi terasa kecil yang dikenal dengan
era globalisasi, maka mudah terjadi pertukaran kebudayaan antarbangsa. Jika
terjadi pertautan antara unsur kebudayaan baru dari luar dengan unsur
kebudayaan lama yang lambat berubah maka terjadilah apa yang disebut
kesenjangan kebudayaan (cultural lag).
Perubahan kebudayaan
terjadi karena adanya penemuan baru dari luar maupun dari dalam lingkungan masyarakat
sendiri. Kebudayaan baru itu baik bersifat material seperti peralatan-peralatan
pertanian, rumah tangga, transportasi, telekomunikasi, dan yang bersifat
nonmaterial seperti paham atau konsep baru tentang keluarga berencana, budaya
menabung, penghargaan terhadap waktu, dan lain-lain. Keterbelakangan budaya
terjadi karena:
Ø Letak
geografis tempat tinggal suatu
masyarakat (misalnya terpencil).
Ø Penolakan
masyarakat terhadap datangnya unsure budaya baru karena tidak dipahami atau
karena dikhawatirkan akan merusak sendi masyarakat.
Ø Ketakampuan
masyarakat secara ekonomis menyangkut unsur kebudayaan tersebut.
Sehubungan dengan
faktor penyebab terjadinya keterbelakangan budaya umumnya dialami oleh:
ü Masyaakat
daerah terpencil.
ü Masyarakat
yang tidak mampu secara ekonomis.
ü Masyarakat
yang kurang terdidik.
Yang menjadi masalah
ialah bahwa kelompok masyarakat yang terbelakang kebudayaanya tidak ikut
berperan serta dalam pembangunan, sebab mereka kurang memiliki dorongan untuk
maju. Jadi inti permasalahannya ialah menyadarkan mereka akan
ketertinggalannya, dan bagaimana cara menyediakan sarana kehidupan, dan
bagaimana sistem pendidikan dapat melibatkan mereka. Bukankah pendidikan
mempunyai misi sebagai transformasi budaya (dalam hal ini adalah kebudayaan
nasional). Sebab system pendidikan yang tangguh adalah yang bertumpu pada
kebudayaan nasional. Kebudayaan nasional selalu berkembang dengan bertumpu pada
intinya sehingga tidak pernah ketinggalan zaman. Jika sistem pendidikan dapat
menggapai masyarakat terbelakang kebudayaannya berarti melibatkan mereka untuk
berperan serta dalam pembangunan.
D. Pemecahan Masalah Pokok Pendidikan
1. Pemecahan Masalah Pemerataan Pendidikan
Banyak
macam pemecahan yang telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah untuk
meningkatkan pemerataan pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
langkah-langkah yang ditempuh melalui cara-cara konvensional dan cara inovatif
:
Cara konvensional
antara lain :
a. Membangun
gedung sekolah seperti SD Inpres dan atau ruangan belajar.
b. Menggunakan
gedung sekolah untuk double shift (sistem bergantian pagi dan sore)
Sehubungan
dengan itu yang perlu digalakkan, utamanya untuk pendidikan dasar ialah
membangkitkan kemauan belajar bagi masyarakat / keluarga yang kurang mampu agar
mau menyekolahkan anaknya.
Cara
inovatif antara lain :
a.
Sistem Pamong
(Pendidikan Oleh Masyarakat, Orang Tua dan Guru) atau Inpact Sistem
(Instructional Management by Parent, Community and Teacher). Sistem ini
dirintis di Solo dan didiseminasikan ke beberapa provinsi)
b.
SD kecil pada daerah
terpencil
c.
Sistem Guru Kunjung
d.
SMP Terbuka (ISOSA – In
School Out off School Approach)
e.
Kejar paket A dan B
f.
Belajar jarak jauh,
seperti Universitas Terbuka
2. Pemecahan masalah mutu pendidikan
Upaya
pemecahan masalah mutu pendidikan dalam garis besarnya meliputi hal-hal yang
bersifat fisik dan perangkat lunak, personalia, dan manajemen sebagai berikut :
a. Menyeleksi lebih rasional terhadap masukan mentah untuk SLTA dan PT
b. Pengembangan kemampuan tenaga kependidikan melalui studi lanjut
c. Penyempurnaan kurikulum
d. Pengembangan
prasarana yang menciptakan lingkungan yang tentram untuk belajar
e. Penyempurnaan
sarana belajar
f. Peningkatan
administrasi manajemen khususnya yang mengenai anggaran
g. Kegiatan
pengendalian mutu yang berupa kegiatan – kegiatan :
1. Laporan-laporan
penyelengaraan pendidikan oleh semua lembaga pendidikan
2. Supervisi
dan monitoring pendidikan oleh pemilik dan pengawas
3. Sistem
pendidikan nasional atau negara seperti EBTANAS, Sipenmaru atau UMPTN
4. Akreditasi
terhadap lembaga pendidikan untuk menetapkan status suatu lembaga
E. Permasalahan Aktual Pendidikan dan Penanggulangannya
Permasalahan aktual berupa
kesenjangan-kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan hasil yang dapat
dicapai dari proses pendidikan yang pada saat ini kita hadapi perlu
ditanggulangi secepatnya. Permasalahan aktual pendidikan meliputi
masalah-masalah keutuhan pencapaian sasaran, kurikulum, peranan guru,
pendidikan dasar 9 tahun, dan pendayagunaan teknologi pendidikan.
Masalah aktual dibagi menjadi dua, yaitu
mengenai konsep dan mengenai pelaksanaannya. Misalnya, munculnya kurikulum baru
merupakan masalah konsep. Maksudnya, apakah kurikulum tersebut cukup andal
secara yuridis dan secara psikologis ataukah tidak. Jika tidak, timbulah
masalah pelaksanaan atau masalah operasional.
Berikut masalah aktual pendidikan yang ada di
Indonesia :
a. Masalah Keutuhan Pencapaian Sasaran
Di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 4 telah dinyatakan bahwa
tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya.
Kemudian dipertegas secara rinci di dalam GBHN butir 2a dan b, tentang arah dan
tujuan pendidikan bahwa yang dimaksud dengan manusia utuh itu adalah manusia
yang sehat jasmani dan rohani, manusia yang memiliki hubungan secara vertikal
(dengan Tuhan Yang Maha Esa), horizontal (dengan lingkungan masyarakat), dan
konsentris (dengan diri sendiri) yang berimbang antara duniawi dan ukhrawi.
Jadi konsepnya sudah cukup baik. Tetapi didalam pelaksanaannya pendidikan afektif
belum ditangani semestinya. Kecenderungan mengarah kepada pengutamaan
pengembangan aspek kognitif.
Hambatan yang dihadapi dalam sistem
pendidikan nasional, yaitu diantaranya :
·
Beban kurikulum sudah
terlalu sarat
·
Pendidikan afektif
sulit diprogramkan secara eksplisit, karena dianggap menjadi bagian dari
kurikulum tersembunyi yang keterlaksanaannya sangat tergantung kepada kemahiran
dan pengalaman guru.
·
Pencapaian hasil
pendidikan afektif memakan waktu, sehingga memerlukan ketekunan dan kesabaran
pendidik.
·
Menilai hasil
pendidikan afektif tidak mudah.
b. Masalah Kurikulum
Masalah kurikulum meliputi masalah
konsep dan masalah pelaksanaannya. Yang menjadi sumber masalah ini ialah
bagaimana sistem pendidikan dapat membekali peserta didik untuk terjun ke
lapangan kerja (bagi yang tidak melanjutkan sekolah) dan memberi bekal dasar
yang kuat untuk ke perguruan tinggi (bagi mereka yang ingin lanjut). Kedua
macam bekal tersebut harus sudah ditanam dan diberikan sejak masa prasekolah
dan SD, kemudian dasar-dasarnya sudah diperkuat pada SD. Sampai dengan akhir
pendidikan dasar kedua macam bekal dasar tersebut (bekal dasar keilmuan dan
bekal kerja) sudah harus dikantongi baik bagi mereka yang akan belajar lanjut
maupun yang langsung akan terjun ke masyarakat.
Saat
ini sisitem pendidikan dilaksanakan dengan menggunakan kurikulum 1984 (SK No.
0209/U/1984) yang didesain sebagai penyempuraan kurikulum 1975/1976. Pada
kurikulum 1984 lebih peduli pada kualitas proses pembelajaran. Untuk itu
kurikulum 1984 memberi perhatian yang besar pada CBSA dan keterampilan proses,
juga pelaksanaan ko dan ekstrakurikuler dengan memperhitungkan hasilnya sebagai
bahan untuk nilai akhir.
Kelebihan konsep
kurikulum 1984, antara lain :
· Disediakannya
aneka program belajar untuk melanjutkan ke perguruan tinggi dan untuk memasuki
lapangan kerja.
· Adanya
program inti yang sifatnya nasional untuk persatuan nasional. Memuat
pengetahuan minimal dan program khusus yang dapat dipilih sesuai dengan
kemampuan dan minat siswa.
· Adanya
program pusat dan program daerah (muatan lokal).
Masalah yang muncul dari keadaan
tersebut ialah tanpa sengaja kurikulum 1984 menggiring peserta didik untuk
beramai-ramai (karena desakan keadaan) memasuki perguruan tinggi, tanpa melihat
secara potensial mampu atau tidak. Selain itu, ada pula masalah pada program
muatan lokal, misalnya :
· Pemilihan
meteri muatan lokal yang tepat
· Penyusunan
program
· Koordinasi
pelaksanaan
· Penyediaan
sarana, fasilitas dan biaya.
Semua itu menuntut keterampilan dari
para pelaksana dan pembina pendidikan dilapangan yang harus bergerak sebagai
tim dengan ditunjang kemauan yang besar sebagai tekad bersama.
c. Masalah Peranan Guru
Sejalan dengan pengembangan IPTEK yang
pesat dan realisasinya dipandu oleh kurikulum yang selalu disempurnakan, maka
guru sebagai suatu komponen sistem pendidikan juga harus berubah. Dari sisi
kebutuhan murid, guru tidak mungkin seorang diri melayaninya. Untuk memandu
proses pembelajaran murid ia dibantu oleh sejumlah petugas lainnya seperti
konselor (guru BP), pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar.
Seorang guru diharapkan mampu mengelola
proses pembelajaran (sebagai manajer), menunjukkan tujuan pembelajaran
(direktor), mengorganisasikan kegiatan pembelajaran (koordinator),
mengkomunikasikan murid dengan berbagai sumber belajar ( komunikator),
menyediakan dan memberikan kemudahan-kemudahan belajar (fasilitator), dan
memberikan dorongan belajar (stimulator).
d. Masalah Pendidikan Dasar 9 Tahun
UU RI Nomor 2 Tahun 1989 Pasal 6
menyatakan tentang hak warga negara untuk mengikuti pendidikan
sekurang-kurangnya tamat pendidikan dasar, dan Pasal 13 menyatakan tujuan
pendidikan dasar. Kemudian PP Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar,
Pasal 2 menyatakan bahwa pendidikan dasar merupakan pendidikan 9 tahun, terdiri
atas program pendidikan 6 tahun di SD dan program pendidikan 3 tahun di SLTP,
Pasal 3 memuat tujuan pendidikan dasar yaitu memberikan bekal kemampuan dasar
pada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota
masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia, serta mempersiapkan peserta
didik untuk mengikuti pendidikan menengah.
Ketetapan-ketetapan tersebut merupakan
realisasi GBHN 1993 tentang arah pendidikan nasional butir 26 antara lain
mengatakan perlunya peningkatan kualitas serta pemerataan pendidikan, terutama
peningkatan kualitas pendidikan dasar.
Dilihat dari segi lamanya waktu belajar
pada pendidikan dassar yaitu 9 tahun, kita sudah mengalami langkah maju dibandingkan
dengan masa-masa sebelumnya yang menetapkan wajib belajar hanya 6 tahun. Secara
konseptual dan acuan yang diberikan oleh ketetapan-ketetapan resmi tersebut
sudah sejalan dengan kebutuhan pembangunan.
Hambatan-hambatan
dalam pelaksanaan pendidikan dasar 9 tahun, antara lain :
· Realisasi
pendidikan dasar yang diatur dengan PP No. 28 Tahun 1989 masih harus dicarikan
titik temunya dengan PP No. 65 Tahun 1951 yang mengatur sekolah dasar sebagai
bagian dari pendidikan dasar, karena PP tersebut belum dicabut.
· Kurikulum
yang belum siap
· Pada
masa transisi para pelaksana pendidikan dilapangan perlu disiapkan melalui
bimbingan-bimbingan, penyuluhan, penataran, dan lain-lain.
F. Upaya Penanggulangan Permasalahan Aktual Pendidikan di Indonesia
Beberapa upaya yang perlu dilakukan
untuk menanggulangi masalah-masalah aktual pendidikan, antara lain :
a)
Pendidikan afektif
perlu ditingkatkan secara terprogram tidak cukup berlangsung hanya secara
insidental.
b) Pelaksanaan
ko dan ekstrakurikuler dikerjakan dengan penuh kesungguhan dan hasilnya
diperhitungkan dalam menetapkan nilai akhir ataupun kelulusan. Untuk itu perlu
dikaitkan dengan pemberian insentif pada guru.
c) Pemilihan
siswa atas kelompok yang akan melanjutkan belajar ke perguruan tinggi dengan
yang akan terjun ke masyarakat merupakan hal yang prinsip karena pada dasarnya
tidak semua siswa secara potensial mampu belajar di perguruan tinggi.
d) Pendidikan
tenaga kependidikan (prajabatan dan dalam jabatan) perlu diberi perhatian
khusus. Karena tenaga kependidikan khususnya guru menjadi penyebab utama
lahirnya sumber daya manusia yang berkualitas untuk pemmbangunan.
e)
Untuk pelaksanaan
pendidikan dasar 9 tahun, apalagi jika dikaitkan dengan gerakan wajib belajar,
perlu diadakan penelitian secara meluas pada masyarakat untuk menemukan faktor
penunjang dan utamanya faktor penghambatnya.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Misi Pendidikan adalah menyiapkan sumber
daya manusia untuk pembangunan, karena itu pendidikan selalu menghadapi
masalah. Itulah sebabnya, karena pembangunan sendiri selalu mengikuti tuntutan
zaman yang selalu berubah. Masalah yang dihadapi dunia pendidikan sangat luas
dan kompleks. Pertama, karena sifat
sasarannya yaitu manusia, merupakan makhluk misteri yang banyak teka-teki. Kedua, karena pendidikan harus
mengantisipasi hari depan yang juga mengundang banyak pertanyaan. Padahal
pemahaman terhadap hari depan itu penting karena menjadi acuan dari segenap
perubahan yang terjadi saat ini. Oleh karena itu agar masalah-masalah pendidikan
dapat dipecahkan, maka diperlukan rumusan tentang masalah-masalah pendidikan
yang bersifat pokok yang dapat dijadikan
acuan bagi pemecahan masalah-masalah praktis yang timbul dilapangan.
Dengan dikemukakan masalah-masalah pokok pendidikan, kaitan masalah-masalah
pokok tersebut satu sama lain, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya,
dll. Diharapkan para pendidik memahami lebih baik masalah pendidikan yang
dihadapi dilapangan, merumuskannya serta mencari alternatif pemecahannya.
B. Saran
Sebagai mahasiswa khususnya calon
pendidik, kita harus menyadari dan memahami berbagai macam permasalahan
pendidikan yang terjadi dilapangan sehingga dapat merumuskannya serta mencari
alternatif pemecahannya. Jadilah, Mahasiswa sekaligus Calon Pendidik yang peka terhadap
berbagai permasalahan pendidikan.
Daftar
Pustaka
Hasbullah, 2012, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan,
Jakarta: Raja Grafindo
Ekosusilo, Madyo-Kasihadi RB, 1988, Dasar-Dasar Pendidikan, Semarang; Effhar
Publishing.
Ekosusilo, Madyo-Kasihadi RB, 1988, Dasar-Dasar Pendidikan, Semarang; Effhar
Publishing.