MAKALAH TUGAS PENGANTAR ILMU BUDAYA
“ENKULTURASI”
Dosen
Pengampu:
Suseno,
S. Pd., M. A.
Disusun
Oleh:
Prodi :
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Rombel : 2
Nama :
Tasya Cantika PP (2101418064)
Bela Hastya P (2101418065)
Salma Rosita (2101418066)
Fitri Andriani (2101418067)
Laila Nur Azizah (2101418068)
Kevin Irvanin (2101418069)
JURUSAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS
BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
Kata
Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Enkulturasi” ini dengan baik
meskipun banyak kekurangan di dalamnya.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dengan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.
Kami juga menyadari bahwa di dalam makalah
ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang akan kami
buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami
bagi siapapun yang membacanya. Kami mengucapkan mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.
Semarang, November 2018
Penyusun
Daftar
Isi
HALAMAN JUDUL . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .i
KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii
DAFTAR ISI. . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .iii
BAB I PENDAHULUAN:
A. Latar Belakang. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .1
B. Rumusan Masalah. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .1
C. Tujuan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .1
BAB II PEMBAHASAN:
A.
Enkulturasi. . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .2
Pengertian
Enkulturasi
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . 2
Media
Enkulturasi
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . .2
Fungsi
dan Manfaat Enkulturasi
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .3
Dampak
dari Enkulturasi yang Tidak Berhasil . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .4
Contoh
Enkulturasi dalam Masyarakat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
.4
F. Contoh Enkulturasi dari Daerah
Masing-Masing Anggota Kelompok . . . . . . . 5
Tradisi
Rodad dari Kabupaten Banjarnegara . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . .5
Ajaran
Samin Surosentiko dari Kabupaten Blora .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .6
Tradisi
Sedekah Bumi dari Kabupaten Blora . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . .9
Tradisi
Ngumbah Pusaka dari Kabupaten Blora . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. 10
Tradisi
Begalan dari Kabupaten Banyumas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . .11
Tradisi
Sedekah Laut dari Kabupaten Cilacap . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . .13
BAB III PENUTUPAN:
A. Kesimpulan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .15
B. Saran. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 15
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masyarakat adalah suatu kumpulan
individu yang memiliki karakteristik khas dengan aneka ragam etnik, ras,
budaya, dan agama. Setiap kelompok masyarakat mempunyai pola hidup berlainan,
bahkan orientasi dalam menjalani kehidupan pun tidak sama. Sebagai suatu unit
sosial, setiap kelompok masyarakat saling berinteraksi yang memungkinkan
terjadinya pertukaran budaya.
Dalam proses interaksi itu, setiap
kelompok masyarakat saling mempelajari, menyerap, dan mengadopsi budaya
kelompok masyarakat lain yang kemudian melahirkan sintesis budaya baru. Dalam
kajian antropologi, ada tiga istilah untuk menjelaskan peristiwa interaksi
sosial budaya, yakni sosialisasi, akulturasi, dan enkulturasi.
Enkulturasi adalah proses penanaman
kebudayaan sejak dini yakni proses pembudayaan dalam diri kita. Sebagai
pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena
mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita. Oleh karena itu, kelompok kami
menyusun makalah dengan judul elkulturasi.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah
yang dimaksud dengan enkulturasi budaya?
2.
Bagaimanakah
contoh-contoh kebudayaan dari daerah masing-masing anggota kelompok yang
mengalami enkulturasi?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui yang dimaksud dengan enkulturasi budaya.
2.
Untuk
mengetahui contoh-contoh kebudayaan dari daerah masing-masing anggota kelompok yang
mengalami enkulturasi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Enkulturasi
A. Pengertian
Enkulturasi
Istilah
enkulturasi sebagai suatu konsep, secara harfiah dapat dipadankan artinya
dengan proses pembudayaan (Koentjaraningrat 1986: 233). Enkulturasi mengacu pada proses dengan mana kultur (budaya) ditransmisikan dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Kita mempelajari kultur, bukan mewarisinya.
Kultur ditransmisikan melalui proses belajar, bukan melalui gen. Orang tua, kelompok, teman, sekolah, lembaga keagamaan, dan lembaga pemerintahan merupakan guru-guru utama dibidang
kultur. Enkulturasi terjadi melalui mereka. (Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas)
Enkulturasi adalah
suatu proses sosial melalui mana manusia sebagai makhluk yang bernalar, punya
daya refleksi dan inteligensia, belajar memahami dan mengadaptasi pola pikir,
pengetahuan, dan kebudayaan sekelompok manusia lain. Definisi sederhananya
adalah, "Enculturation refers to the process of learning a culture
consisting in socially distributed and shared knowledge manifested in those
perceptions, understandings, feelings, intentions, and orientations that inform
and shape the imagination and pragmatics of social life" (Peter-Poole,
2002).
Menurut M.J.Herskovits,
Enculturation (enkulturasi) adalah suatu proses bagi seorang baik
secara sadar maupun tidak sadar, mempelajari seluruh kebudayaan masyarakat. Enkulturasi
atau pembudayaan merupakan proses mempelajari dan menysuaikan alam pikiran dan
sikap individu dengan sistem norma, adat, dan peraturan-peraturan yang hidup
dalam kebudayaannya. Proses ini berlangsung sejak kecil, mulai dari lingkungan
kecil (keluarga) ke lingkungan yang lebih besar (masyarakat).
Dalam proses
enkulturasi, seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pemikiran serta
sikapnya dengan adat istiadat, sistem norma, dan peraturan-peraturan yang hidup
dalam kebudayaan.
B. Media
Enkulturasi
1. Keluarga
Anak-anak menghabiskan masa-masa awal
kehidupan bersama keluarga dan memperoleh refleksi nilai dan pola perilaku
keluarganya. Selanjutnya, kepada mereka ditunjukkan nilai-nilai dan pola-pola
perilaku masyarakat. Anak-anak mempelajari norma-norma masyarakat melalui
keluarga dan teman-teman bermain. Selain itu, mereka meniru berbagai macam
tindakan yang terdapat dalam masyarakat. Kadang-kadang, orang tua mendorong
anaknya supaya berperilaku sesuai dengan kehendak masyarakat dengan memberikan
pujian dan menghukum mereka bila berperilaku menyimpang.
2. Masyarakat
Seringkali berbagai norma dipelajari
seseorang hanya sebagian-sebagian dengan mendengar dari orang lain dalam
lingkungan pergaulan pada saat yang berbeda-beda pula. Sebetulnya, norma bukan
saja diajarkan di lingkungan keluarga atau dalam pergaulan di masyarakat,
tetapi diajarkan di sekolah-sekolah formal.
3. Pendidikan
di Sekolah
Dapat
dikatakan, sistem persekolahan adalah salah satu pilar penting yang menjadi
tiang penyangga sistem sosial yang lebih besar dalam suatu tatanan kehidupan
masyaraka melalui strategi kebudayaan. Dalam hal ini, pendidikan merupakan
medium transformasi nilai-nilai budaya, penguatan ikatan-ikatan sosial. Melalui
pendidikan, kemampuan kognitif dan daya intelektual individu dapat
ditumbuhkembangkan dengan baik. Kemampuan kognitif dan daya intelektual ini
sangat penting bagi individu untuk mengenali dan memahami konsep kebudayaan
suatu masyarakat yang demikian beragam, unik, dan bersifat partikular. Melalui
sistem persekolahan setiap anak dikenalkan sejak dini mengenai pentingnya
membangun tatanan hidup bermasyarakat, yang di dalamnya terdapat berbagai macam
entitas sosial. Sekolah adalah miniatur masyarakat, karena di dalamnya ada
struktur, status, fungsi, peran, norma dan nilai.
C. Fungsi dan Manfaat
Enkulturasi
Dalam proses ini
seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya
dengan adat-istiadat, sistem norma, serta peraturan-peraturan yang hidup dalam
kebudayaannya. Kata enkulturasi dalam bahas Indonesia juga berarti
“pembudayaan”. Sorang individu dalam hidupnya juga sering meniru dan
membudayakan berbagai macam tindakan setelah perasaan dan nilai budaya yang
memberi motivasi akan tindakan meniru itu telah diinternalisasi dalam
kepribadiannya.
1. Sosialisasi Nilai
2. Identitas Sosial
Melalui
ber-enkulturasi yang digunakan untuk menyatakan identitas sosial. Perilaku itu dinyatakan melalui tindakan berbahasa baik secara verbal dan nonverbal. Dari perilaku berbahasa itulah dapat diketahui
identitas diri maupun sosial, misalnya dapat diketahui asal-usul suku bangsa, agama, maupun tingkat pendidikan seseorang.
D. Dampak
dari Proses Enkulturasi yang tidak Berhasil
Seseorang yang
mengalami hambatan dalam proses enkulturasi, akan berakibat kurang baik. Setiap
individu yang mengalami hambatan tersebut apabila dihadapkan pada situasi yang
berbeda, kelihatan akan canggung dan kaku dalam pergaulan hidupnya. Akibatnya,
individu tersebut cenderung untuk menghindari norma-norma dan aturan-aturan
dalam masyarakat. Hidupnya penuh konflik dengan orang lain. Individu yang
mengalami hal itu disebut deviants.
E. Contoh
Enkulturasi dalam Masyarakat
Dalam masyarakat
seorang individu akan di transmisi oleh budaya yang telah lama berkembang di sekitar
masyarakat dimana ia tinggal, belajar membuat alat-alat permainan, belajar
membuat alat-alat kebudayaan, belajar memahami unsur-unsur budaya dalam
masyarakatnya. Pada mulanya, yang dipelajari tentu hal-hal yang menarik
perhatiannya dan yang konkret. Kemudian sesuai dengan perkembangan jiwanya, ia
mempelajari unsur-unsur budaya lainnya yang lebih kompleks dan bersifat
abstrak.
Contohnya, orang
Indonesia mempelajari aturan adat Indonesia yang menganjurkan orang agar kalau
bepergian ke tempat yang jauh, kembalinya membawa oleh-oleh untuk teman,
tetangga, atau saudara. Hal ini dapat menumbuhkan rasa persaudaraan dan gotong
royong yang merupakan motivasi dari tindakan tersebut. Sebuah nilai yang
ditransmisikan melului proses enkulturasi yang tanpa kita sadari nilai tersebut
sudah tertanam dalam diri kita.
Enkulturasi dapat
kita sepakati sebagai suatu proses pembudayaan yang tanpa disadari sudah
ditanamkan sejak kecil terhadap individu. Budaya yang telah lama berkembang di
sekitar masyarakat dimana ia tinggal. Seorang individu dalam hidupnya juga
sering meniru dan membudayakan berbagai macam tindakan setelah perasaan dan
nilai budaya yang memberi motivasi akan tindakan meniru itu telah
diinternalisasi dalam kepribadiannya.
Proses enkulturasi
dilakukan melalui belajar membuat alat-alat permainan, belajar membuat
alat-alat kebudayaan, belajar memahami unsur-unsur budaya dalam masyarakatnya.
Pada mulanya, yang dipelajari tentu hal-hal yang menarik perhatiannya dan yang
konkret. Kemudian sesuai dengan perkembangan jiwanya, ia mempelajari
unsur-unsur budaya lainnya yang lebih kompleks dan bersifat abstrak.
Dari proses
enkulturasi yang pada akhirnya bisa membentuk pribadi seorang individu maka
dari kebudayaan yang berbeda-beda terciptalah identitas sosial dari suatu
kelompok masyarakat yang berbeda pula. Namun dari proses enkulturasi yang
kurang sempurna, akan membawa dampak yang buruk bagi seorang individu. Individu
tersebut cenderung untuk menghindari norma-norma dan aturan-aturan dalam
masyarakat. Hidupnya penuh konflik dengan orang lain. Individu yang mengalami
hal itu disebut deviants.
B. Contoh-Contoh
Kebudayaan Dari Daerah Masing-Masing Anggota Kelompok Yang Mengalami
Enkulturasi
1. Tradisi
rodad dari Kabupaten Banjarnegara (Tasya Cantika P. P. /2101418064)
Rodad merupakan
tradisi unik warisan budaya leluhur dan sebuah kearifan lokal yang secara turun
temurun masih dijaga dan dilesatarikan oleh masyarakat khususnya di Desa
Pasegeran Kecamatan Pandanarum Banjarnegara. Rodad ini seni ketrampilan yang
didalamnya memadukan antara unsur beladiri dan lagu/nyanyian yang diiringi
dengan sholawat sebagai bentuk pujia-pujian. Instrumen yang digunakan untuk
mengiringi sholawat dan gerakan beladiri antara lain terbangan, jedor dan
rebana.
Rodad menjadi
salah satu metode dakwah yang dilakuakan para wali melalui akulturasi budaya
yang ada pada masyarakat setempat waktu itu. Tradisi ini juga bertujuan untuk
syiar Islam, karena syair-syair yang disampaikan berupa pesan yang merupakan
sholawat. Pementasan Rodad biasanya digelar untuk meramaikan upacara meminta
keselamatan dan terhindar dari malapetaka. Rodad umumnya diselenggarakan pada
saat bulan-bulan besar Islam.
Dari tradisi
rodad tersebut, enkulturasi budayanya adalah penerapan norma agama yang
terdapat di kesenian tersebut. Rodad dilakukan dengan cara melafalkan sholawat
dan juga untuk syiar Islam yang bertujuan untuk menyebarkan kebaikan.
2. Ajaran
Samin Surosentiko dari Kabupaten Blora (Bela Hastya P. /2101418065)
Ajaran Samin (disebut
juga Pergerakan Samin atau Saminisme) adalah salah
satu suku yang ada di Indonesia. Masyarakat ini adalah keturunan para
pengikut Samin
Surosentiko yang mengajarkan sedulur
sikep, di mana mereka mengobarkan semangat perlawanan terhadap Belanda dalam
bentuk lain di luar kekerasan. Bentuk yang dilakukan adalah menolak membayar
pajak, menolak segala peraturan yang dibuat pemerintah kolonial. Masyarakat ini
acap memusingkan pemerintah Belanda maupun penjajahan Jepang karena sikap itu,
sikap yang hingga sekarang dianggap menjengkelkan oleh kelompok di luarnya.
Kelompok Samin lebih suka disebut wong sikep, karena kata samin bagi mereka mengandung makna negatif. Orang luar Samin sering menganggap mereka sebagai kelompok yang lugu, tidak suka mencuri, menolak membayar pajak, dan acap menjadi bahan lelucon terutama di kalangan masyarakat Bojonegoro.
Samin Surosentiko mengembangkan ajaran Saminisme di daerah Klopoduwur, Blora pada tahun 1890. Banyak penduduk yang tertarik dan menjadi pengikut dari Samin Surosentiko. Hingga tahun 1907 pengikut Samin sudah sampai 5000 orang lebih. Pemerintah Belanda yang berkuasa pada masa tersebut mulai merasa was - was atas para pengikut Samin Surosentiko dan mulai menangkapi para pengikut Samin satu persatu.
Ajaran Sedulur sikeppertama kali diajarkan di daerah Klopoduwur Blora Jawa Tengah. Masyarakat Samin dengan ajaran sedulur sikep berkembang di dua desa di Kawasan hutan Randublatung Blora Jawa Tengah. Ajaran dengan cepat menyebar ke desa-desa lainnya. Mulai dari pantai utara Jawa sampai seputar hutan di Pegunungan Kendeng Utara dan Kendeng Selatan di perbatasan provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ajaran Samin yang disebut lebih dikenal dengan ajaran sedulur sikep mempunyai pokok ajaran sebagai berikut:
Kelompok Samin lebih suka disebut wong sikep, karena kata samin bagi mereka mengandung makna negatif. Orang luar Samin sering menganggap mereka sebagai kelompok yang lugu, tidak suka mencuri, menolak membayar pajak, dan acap menjadi bahan lelucon terutama di kalangan masyarakat Bojonegoro.
Samin Surosentiko mengembangkan ajaran Saminisme di daerah Klopoduwur, Blora pada tahun 1890. Banyak penduduk yang tertarik dan menjadi pengikut dari Samin Surosentiko. Hingga tahun 1907 pengikut Samin sudah sampai 5000 orang lebih. Pemerintah Belanda yang berkuasa pada masa tersebut mulai merasa was - was atas para pengikut Samin Surosentiko dan mulai menangkapi para pengikut Samin satu persatu.
Ajaran Sedulur sikeppertama kali diajarkan di daerah Klopoduwur Blora Jawa Tengah. Masyarakat Samin dengan ajaran sedulur sikep berkembang di dua desa di Kawasan hutan Randublatung Blora Jawa Tengah. Ajaran dengan cepat menyebar ke desa-desa lainnya. Mulai dari pantai utara Jawa sampai seputar hutan di Pegunungan Kendeng Utara dan Kendeng Selatan di perbatasan provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ajaran Samin yang disebut lebih dikenal dengan ajaran sedulur sikep mempunyai pokok ajaran sebagai berikut:
a.
Agama adalah pegangan hidup.
Masyarakat Samin tidak membeda-bedakan agama, oleh karena itu orang Samin tidak
pernah mengingkari atau membenci agama lain. Yang penting adalah perilaku dan
sikap hidup.
b.
Jangan mengganggu orang lain, jangan
bertengkar, jangan suka iri hati, dan jangan suka mengambil milik orang lain.
c.
Bersikap sabar dan jangan sombong.
Manusia
hidup harus memahami kehidupan sebab hidup adalah roh dan hanya ada satu,
selamanya. Menurut masyarakat Samin, roh orang yang meninggal hanya
menanggalkan pakaian atau badannya saja.
Bila
berbicara masyarakat samin harus bisa menjaga diri, jujur, dan saling
menghormati. Berdagang bagi masyarakat Samin dilarang karena dalam perdagangan
terdapat ketidakjujuran contoh pada penentuan harga jual suatu barang.
Masyarakat samin juga tidak boleh menerima sumbangan dalam bentuk uang.
Bahasa
yang digunakan sehari-hari masyarakat samin adalah bahasa Jawa Ngoko, yaitu
bahasa Jawa kasar. Pakaian yang dipakai oleh masyarakat Samin dalam keseharian
terdiri dari baju lengan panjang tanpa krah warna hitam, celana selutut warna hitam dan memakai ikat kepala bagi laki-laki. Sedangkan para wanita
memakai kebaya dan kain panjang.
Sistem kekerabatan masyarakat Samin mempunyai persamaan dengann sistem kekerabatan masyarakat Jawa pada umumnya. Tetapi masyarakat Samin tidak terlalu mengenal hubungan darah atau garis generasi di atas nenek dan kakek. Masyarakat Samin mempunyai tradisi berkunjung terutama pada saat tetangga mempunyai hajatan, mereka pasti datang walaupun jarak rumahnya sangat jauh. Pernikahan dalam masyarakat Samin merupakan peristiwa yang sangat penting. Mereka tidak menikah di KUA atau Kantor Catatan Sipil tetapi di depan tetua adat. Kalau tetua adat tidak bisa datang maka perkawinan juga dianggap sah apabila dilakukan didepan orangtua kedua mempelai. Ritual dan tradisi yang ada di masyarakat Samin antara lain nyadran, suran dan upacara yangberhubungan dengan daur hidup seperti khitanan, perkawinan, kehamilan,kelahiran, kematian yang biasanya dirayakan dengan sederhana
Perkembangan teknologi dan informasi yang memunculkan budaya populer juga mempengaruhi kehidupan masyarakat Samin. Hal ini dapat dilihat dari perilaku masyarakat Samin dalam keseharian, misal menggunakan peralatan plastik, alumunium untuk peralatan dapur, menggunakan pupuk buatan paprik untuk bertani, mempunyai peralatan elektronik seperti HP, TV,Radio,Tape. Bahkan ada beberapa masyarakat Samin yang mempuntai sepeda motor, mobil.Masyarakat Samin bisa menerima hadirnya budaya populer dan perkembangan teknologi informasi. Tetapi masyarakat Samin tetap menjaga kemurnian ajaran sedulur sikep. Misalnya mereka bisa menerima hadirnya hand phone tetapi HP hanya sebatas alat merek tetap berkomunikasi dengan bahasa Jawa ngoko tidak memilih menggunakan bahasa populer, hal ini juga dilakukan oleh pemuda-pemudi suku samin.
Masyarakat Samin adalah komunitas yang konsisten dalam berperilaku antara lain menjunjung tinggi nilai kejujuran, tidak iri, dengki, tidak berprasangka jelek pada orang lain, bersikap dan bertindak apa adanya (tidak mengada-ada). Bagi masyarakat Samin yang penting tidak mengganggu orang lain dan sebaliknya masyarakat Samin juga tidak mau orang lain mengganggu kehidupan dan pranata sosialnya Masyarakat Samin bisa menerima hadirnya budaya populer dan perkembangan teknologi informasi.Tetapi masyarakat samin tetap menjaga kemurnian ajaran sedulur sikep.
Enkulturasi dapat dilihat dari masyarakat sekarang banyak sekolah daerah Blora yang menggunakan pakaian-pakaian samin untuk seragam di sekolahnya. Serta kita sebagai masyarakat Blora tetap menggunakan bahasa Jawa Krama, walaupun sudah banyak budaya lain yang masuk tetapi orang samin tetap berpegang teguh pada ajaran sedulur sikep.
Sistem kekerabatan masyarakat Samin mempunyai persamaan dengann sistem kekerabatan masyarakat Jawa pada umumnya. Tetapi masyarakat Samin tidak terlalu mengenal hubungan darah atau garis generasi di atas nenek dan kakek. Masyarakat Samin mempunyai tradisi berkunjung terutama pada saat tetangga mempunyai hajatan, mereka pasti datang walaupun jarak rumahnya sangat jauh. Pernikahan dalam masyarakat Samin merupakan peristiwa yang sangat penting. Mereka tidak menikah di KUA atau Kantor Catatan Sipil tetapi di depan tetua adat. Kalau tetua adat tidak bisa datang maka perkawinan juga dianggap sah apabila dilakukan didepan orangtua kedua mempelai. Ritual dan tradisi yang ada di masyarakat Samin antara lain nyadran, suran dan upacara yangberhubungan dengan daur hidup seperti khitanan, perkawinan, kehamilan,kelahiran, kematian yang biasanya dirayakan dengan sederhana
Perkembangan teknologi dan informasi yang memunculkan budaya populer juga mempengaruhi kehidupan masyarakat Samin. Hal ini dapat dilihat dari perilaku masyarakat Samin dalam keseharian, misal menggunakan peralatan plastik, alumunium untuk peralatan dapur, menggunakan pupuk buatan paprik untuk bertani, mempunyai peralatan elektronik seperti HP, TV,Radio,Tape. Bahkan ada beberapa masyarakat Samin yang mempuntai sepeda motor, mobil.Masyarakat Samin bisa menerima hadirnya budaya populer dan perkembangan teknologi informasi. Tetapi masyarakat Samin tetap menjaga kemurnian ajaran sedulur sikep. Misalnya mereka bisa menerima hadirnya hand phone tetapi HP hanya sebatas alat merek tetap berkomunikasi dengan bahasa Jawa ngoko tidak memilih menggunakan bahasa populer, hal ini juga dilakukan oleh pemuda-pemudi suku samin.
Masyarakat Samin adalah komunitas yang konsisten dalam berperilaku antara lain menjunjung tinggi nilai kejujuran, tidak iri, dengki, tidak berprasangka jelek pada orang lain, bersikap dan bertindak apa adanya (tidak mengada-ada). Bagi masyarakat Samin yang penting tidak mengganggu orang lain dan sebaliknya masyarakat Samin juga tidak mau orang lain mengganggu kehidupan dan pranata sosialnya Masyarakat Samin bisa menerima hadirnya budaya populer dan perkembangan teknologi informasi.Tetapi masyarakat samin tetap menjaga kemurnian ajaran sedulur sikep.
Enkulturasi dapat dilihat dari masyarakat sekarang banyak sekolah daerah Blora yang menggunakan pakaian-pakaian samin untuk seragam di sekolahnya. Serta kita sebagai masyarakat Blora tetap menggunakan bahasa Jawa Krama, walaupun sudah banyak budaya lain yang masuk tetapi orang samin tetap berpegang teguh pada ajaran sedulur sikep.
3. Tradisi
Sedekah Bumi dari Kabupaten Blora (Salma Rosita/2101418066)
Di Kabupaten Blora, tradisi sedekah bumi yang biasa disebut “gas
deso” oleh masyarakat Blora merupakan suatu tradisi tahunan yang setiap desa
berbeda-beda waktu pelaksaannya. Tergantung pada kapan desa tersebut mengalami
panen raya dan kemudian baru melaksanakan suatu tradisi sedekah bumi tersebut,
sebagai wujud rasa syukur masyarakat kepada Yang Maha Memberi Rejeki.
Pada upacara tradisi sedekah bumi atau gas deso ini, tidak
banyak peristiwa dan kegiatan yang dilakukan di dalamnya. Hanya saja, pada
waktu acara tersebut biasanya seluruh masyarakat sekitar yang merayakannya
membuat tumpeng dan jajanan khas daerah dan berkumpul menjadi satu di tempat
sesepuh kampung, di balai desa, sumur, waduk, makam sesepuh atau tempat-tempat
yang telah disepakati oleh seluruh masyarakat setempat untuk menggelar acara
ritual sedekah bumi tersebut. Setelah itu, kemudian masyarakat membawa tumpang dan
jajanan khas daerah tersebut ke balai desa atau ke suatu tempat untuk didoakan
oleh seorang pemuka agama atau sesepuh setempat. Usai didoakan oleh sesepuh
atau pemuka agama, kemudian kembali diserahkan kepada masyarakat setempat yang
membuatnya sendiri.
Nasi tumpeng dan jajanan khas daerah yang sudah didoakan oleh
sesepuh kampung atau pemuka agama setempat tersebut kemudian dimakan secara
ramai-ramai oleh masyarakat yang merayakan acara sedekah bumi itu. Namun, ada
juga sebagian masyarakat yang membawa nasi tumpeng dan jajanan khas daerah
tersebut pulang untuk dimakan beserta sanak keluarganya di rumah masing-masing
dan biasanya juga ada beberapa kerabat atau teman yang bermain di saat sedekah
bumi untuk meramaikan suasana bersama sambil memakan jajanan atau makanan yang
sudah disediakan. Pembuatan nasi tumpeng dan jajanan khas daerah ini merupakan
salah satu syarat yang harus dilaksanakan pada saat upacara tradisi tradisional
itu.
Dalam sedekah bumi ini juga dipertontonkan kesenian daerah
seperti barongan , wayang kulit , ketoprak (bukan makanan), serta kesenian
tayub yang dilaksanakan pada tempat yang sudah disepakati oleh warga
desa. Dalam acara ini pasti sangat meriah dan ramai. Biasanya juga dilaksanakan
mulai dari pagi hari sampai dengan malam harinya.
Menurut persebaran kebudayaan, enkulturasi dapat
dilihat dari antusias seluruh warga dalam mengikuti acara sedekah bumi atau gas
deso yang diadakan setiap tahun. Setiap masyarakat selalu mengikuti acara
tersebut karena tradisi tersebut sudah dilakukan secara turun temurun. Proses
enkulturasi ini berlangsung sejak kecil, mulai dari lingkungan kecil (keluarga)
ke lingkungan yang lebih besar (masyarakat). Misalnya anak kecil menyesuaikan
diri dengan waktu makan dan waktu minum secara teratur, mengenal ibu, ayah, dan
anggota-anggota keluarganya, adat, dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam
keluarganya, dan seterusnya sampai ke hal-hal di luar lingkup keluarga seperti
norma, adat istiadat, serta hasil-hasil budaya masyarakat. Tradisi sedekah bumi
juga pertama kali diperkenalkan oleh orang tua kepada generasi penerusnya
supaya mengerti dan tetap melestarikan tradisi yang diadakan setiap satu tahun
sekali ini. Dengan demikian tradisi sedekah bumi terus berkembang hingga
sekarang.
4.
Tradisi
Ngumbah Pusaka dari Kabupaten Blora (Fitri Andriani/2101418067)
Hampir
sebagian warga di Kabupaten Blora masih mempertahankan dan
mempelajari tradisi membersihkan dan mencuci benda pusaka peninggalan
nenek moyang di bulan Suro (Tahun Jawa). Tradisi itu dipercaya bahwa benda peninggalan seperti keris, mata
tombak dan lainnya memiliki kekuatan ghaib sehingga harus dirawat agar
mendapatkan keselamatan, perlindungan dan ketentraman.
Di
trotoar eks stasiun kereta api Blora menjadi salah satu tempatnya untuk kerja.
Di tempat itu sejumlah benda pusaka sudah diantrikan oleh pemiliknya untuk
dicuci. Aneka benda pusaka yang dicuci, selain keris, ada juga mata tombak,
pedang dan golok yang usianya sudah puluhan tahun dan dianggap pusaka oleh
pemiliknya.
Untuk
mencuci sebilah keris, cukup mudah. Bilah keris disikat menggunakan cairan
jeruk nipis, sabun colek dan lerak. Setelah dibilas dengan air bersih,
selanjutnya bilah keris dijemur hingga kering. Pada tahap akhir, bilah keris
direndam dengan larutan khusus untuk memunculkan pamor keris. Apabila tidak dirawat, kata dia, isi yang
ada di dalam benda pusaka tersebut akan pudar atau akan hilang sama sekali, dan
hanya berfungsi sebagai senjata biasa. Salah satu warga yang sampai saat ini masih memlakukan tradisi ini yaitu
Bapak Mulyono berusia 60 tahun, warga Kecamanatan Todanan. Ia sudah
mulai belajar mencuci keris sejak umur 10 tahun dari almarhum Reso Saji,
ayahnya.
5.
Tradisi
Begalan dari Kabupaten Banyumas (Laila Nur Azizah/2101418068)
Seni tutur Begalan ini
mengandung unsur tatanan, tuntunan, dan tontonan yang diyakini dan dipercaya oleh
masyarakat Banyumas. Begalan
menjadi suatu norma yang turun menurun dan harus diikuti oleh masyarakat
Banyumas yang percaya dan sekaligus dapat menjadi tontonan bagi tamu undangan.
Maka sampai sekarang, seni tutur Begalan masih sering diadakan oleh masyarakat
Banyumas dan sekitarnya yang percaya untuk mengadakan Begalan pada hajat
pernikahan putranya. Begalan dilaksanakan apabila ada pengantin pria sebagai
anak sulung mendapatkan jodoh putri
sulung, pengantin putra sebagai anak bungsu mendapat jodoh putri bungsu, atau
pengantin pria sulung mendapat jodoh putri bungsu.
Hal ini dilaksanakan dengan
maksud untuk memberikan wejangan, ular-ular atau nasihat yang ditujukan kepada
mempelai dalam mengarungi kehidupan yang baru dalam keluarga maupun masyarakat.
Nasihat atau petuah tersebut terdapat dalam dialog antara pemeran Suradenta
sebagai begal menanyakan simbol perlengkapan atau barang-barang yang dibawa
oleh pemeran Surantani. Surantani memberikan penjelasan satu persatu simbol dari
perlengkapan tersebut.
Begalan adalah seni tutur tradisional sebagai sarana
upacara pernikahan yang berasal dari Banyumas. Kata Begalan berasal dari kata
‘begal’ dalam bahasa Banyumas yang artinya sama dengan rampok atau perampok.
Begalan berarti perampasan atau perampokan di tengah jalan. Begalan
menggambarkan peristiwa perampokan terhadap barang bawaan dari pihak mempelai
pria oleh seorang begal.
Begalan dilakukan oleh dua
orang dewasa yang merupakan saudara dari pihak mempelai pria. Kedua pemain
begalan menari didepan kedua mempelai dengan membawa peralatan rumah tangga
yang disebut dengan brenong kepang. Peralatan tersebut memiliki makna simbol
dan berisi falsafah Jawa yang berguna bagi mempelai yang akan memulai hidup
baru dan membangun rumah tangga.
Istilah Begalan dalam
kesenian ini memiliki arti menjaga keselamatan apabila ada roh-roh jahat yang
datang dan mengganggu. Kesenian
Begalan dilakukan sebagai salah satu syarat untuk menghindari kekuatan-kekuatan
gaib yang mengganggu jalannya acara pernikahan. Arti Begalan dijelaskan dengan
ucapan kebegalan sambekalanipun.Maksudnya agar dijauhkan dari mara bahaya.
Hingga saat ini, tradisi begalan masih
dilestarikan, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Agar budaya itu tidak
hilang, setiap orang tua yang memiliki anak dan hendak menikahkan anaknya yang
sesuai ketentuan begalan, maka kebanyakan akan melaksanakan tradisi begalan
tersebut. Selain karena tradisi, begalan juga bisa dijadikan bahan ajar untuk
mengenalkan budaya Banyumas kepada anak anak yang menontonnya.
6. Tradisi
Sedekah Laut dari Kabupaten Cilacap (Kevin Irvanin/2101418069)
Tradisi sedekah laut
berlangsung sejak zaman pemerintahan Bupati Cilacap ke III R.Tumenggung
Tjakrawerdaya yang memerintahkan kepada
sesepuh nelayan Pandanarang bernama Ki Arsa Menawi untuk melarung sesaji kelaut
selatan pada Jumat Kliwon bulan Syura tahun 1875 dan sejak tahun 1983 diangkat
sebagai atraksi wisata.
Prosesi ritual sedekah
laut dilakukan sesuai urutan (pakemnya) yang diawali dengan pergelaran
sendratari di pendopo Wijaya Kusuma Sakti yang menggambarkan perintah
pelarungan sesaji ke laut selatan.
Dalam pakemnya
dikisahkan bahwa R.Tumenggung Tjakrawerdaya
yang diperankan oleh Bupati Cilacap H.Tatto Suwarto Pamuji memanggil
sesepuh nelayan cilacap dan memerintahkan kepada para nelayan cilacap setiap
bulan syura agar mengadakan sedekah laut dengan melarung jolen yang berisi
Kepala Kerbau, Tumpeng golong dan aneka
jajanan pasar ke segara kidul.
Sesaji yang telah
ditempatkan dalam jolen tersebut akan dikirab menuju pantai teluk penyu guna
dilarung ke pantai pulau majeti yang berada di selatan pulau Nusakambangan
Cilacap. Dengan menggunakan kereta kencana, Bupati Cilacap H Tatto Suwarto
Pamuji beserta istri mengikuti kirab
hingga ke pantai teluk penyu diiringi oleh para nelayan sambil
menampilkan berbagai kesenian tradisional.
Arak-arakan pelarungan
jolen diikuti juga oleh seluruh punggawa
kadipaten serta beberapa Abdi Dalam. Beberapa anggota muspida dan petinggi di
lingkungan pemkab Cilacap juga menemaninya dengan menunggangi kereta kuda
dengan mengenakan baju khas nelayan, hitam-hitam dengan ikat sarung dipinggang
serta ikat kepala khas Jawa.
Ribuan masyarakat
membanjiri prosesi sedekah laut dari Pendapa Kabupaten, Alun-alun sampai ke
Pantai Teluk Penyu sebagai tempat pelarungan Jolen Tunggul.
Puluhan perahu nelayan
mengikuti pelarungan jolen hingga ke tengah laut, selanjutnya para nelayan
beramai-ramai mengambil air laut ditempat jolen tersebut dilarung guna
memandikan dan membersihkan kapalnya dengan air tersebut.
Usai melarung jolen,
diadakan pula ragam pertunjukan kesenian tradisional di tiap-tiap TPI, antara
lain pertunjukan wayang kulit, kesenian Barongsai, kuda lumping, panjat pinang,
lengger serta beberapa pertunjukan lainnya. Tradisi ini merupakan ungkapan rasa
syukur para nelayan atas hasil laut yang diberikan oleh tuhan dan sampai saat
ini tradisi sedekah laut masih dipertahankan dan diturunkan kepada generasi
penerus agar tradisi sedekah laut tidak hilang
BAB III
PENUTUPAN
A.
Kesimpulan
Enkulturasi atau pembudayaan merupakan
proses mempelajari dan menysuaikan alam pikiran dan sikap individu dengan
sistem norma, adat, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya.
Proses ini berlangsung sejak kecil, mulai dari lingkungan kecil (keluarga) ke
lingkungan yang lebih besar (masyarakat). Di beberapa daerah ada
kebudayaan-kebudayaannya yang mengalami enkulturasi, seperti tradisi rodad dari
Kabupaten Banjarnegara, kebudayaan masyarakat samin dari Kabupaten Blora,
tradisi sedekah bumi dari Kabupaten Blora, tradisi ngumbah pusaka dari
Kabupaten Blora, tradisi begalan dari Kabupaten Purwokerto, dan tradisi sedekah
laut dari Kabupaten Cilacap.
B.
Saran
Setelah mempelajari
enkulturasi, sebaiknya kita mempelajari dan melestarikan kebudayaan daerah
kita, sebagai bentuk penerapan dari enkulturasi. Sehingga, kebudayaan daerah
kita tidak hilang begitu saja, atau diambil alih oleh bangsa lain.
Daftar Pustaka
http://nafaimut24.blogspot.com/2015/01/enkulturasi-kebudayaan-sedekah-laut.html?m=1
http://www.blorakab.go.id/index.php/public/berita/detail/735/tradisi----ngumbah-pusaka----masih-bertahan-di-bulan-suro
https://id.wikipedia.org/wiki/Ajaran_Samin
https://id.wikipedia.org/wiki/Samin_Surosentiko
https://www.idsejarah.net/2016/12/kebudayaan-samin-di-blora.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Samin_Surosentiko
https://www.idsejarah.net/2016/12/kebudayaan-samin-di-blora.html