Relasi makna terdiri dari:
a.
Sinonim
Sinonim berasal dari bahasa
Yunani yaitu onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara
harfiah sinonim berarti nama lain untuk benda atau hal yang sama. Sementara
menurut Verhaar secar semanatis sinonim berarti relasi bentuk dan makna yang
dinyatakan oleh adanya kesepadanan atau kemiripan makna antarkata, frasa, atau
kalimat. Kata-kata yang bersinonim tidak mungkin dipertukarkan begitu saja. Hal
ini disebabkan oleh faktor-faktor berikt:
Ø Faktor waktu
Contoh: hulubalang dan komandan memiliki makna yang
hampir sama, hulubalang digunakan pada masa lampau, sedangkan komandan digunakan
masa kini.
Ø Faktor tempat atu
daerah
Contoh: bini dan bojo memiliki makna seorang istri. Bini
digunakan di daerah melayu, bojo digunakan di daerah Jawa Tengah.
Ø Faktor sosial
Contoh: Tuan dan saudar. Tuan digunakan untuk orang yang
dianggap memiliki tingkat kelas sosial tinggi, sedangkan saudara untuk orang
biasa.
Ø Faktor bidang
kegiatan
Contoh: untuk menyebut “pendekatan” dalam bidang agama
disebut ta’aruf, sedangkan di kalangan remaja disebut pacaran.
Ø Faktor nuansa makna
Contoh: mati dengan wafat memiliki nuansa makna yang
berbeda.
Selain pada kata sinonim juga
dapat terjadi pada satuan-satuan bahasa yang lain, yaitu:
a)
Antara morfem bebas dengan morfem terikat, misalnya saya
dengan -ku, dia dengan –nya seperti dalam kalimat:
Bukuku tertinggal di meja. => Buku saya tertinggal di meja.
Saya menjenguk dia di rumah sakit. => Saya menjenguknya di rumah sakit.
b)
Antara kata dengan kata, misalnya cantik dengan bagus,
pintar dengan cerdas, pelan dengan lambat, dan sebagainya.
c)
Antara kata dengan frasa atau sebaliknya, misalnya
iduladha dengan lebaran haji, pergi dengan angkat kaki, anak dengan buah hati,
dan sebagainya.
d)
Antara frasa
dengan frasa, misalnya menuntut ilmu dengan menimba ilmu, pulang pergi dengan
hilir mudik, meninggal dunia dengan berpulang ke rahmatullah.
e)
Antara kalimat dengan kalimat, misalnya “Ibu menanam
bunga.” dengan “Bunga ditanam ibu.”, dan sebagainya.
b.
Antonim
Antonim berasal dari bahasa
Yunani kuno yaitu onoma yang berarti nama dan anti yang berartinmelawan. Maka
secara harfiah antonim berarti nama lain untuk benda lain pula. Secara
semantik, Verhaar mengartikan sebagai ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi dapat
pula berupa frasa atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makna
ungkapan lain. Chaer menyebut antonim sebagai oposisi. Dilihat dari
hubungannya, antonim/oposisi dapat dibedakan menjadi:
a)
Antonim bersifat mutlak
Yaitu antonim yang maknanya bertentangan secara mutlak,
misalnya perempuan dengan laki-laki, dunia dengan akhirat, makan dengan minum.
b)
Antonim bersifat relatif/bergradasi/kutub
Yaitu makna yang pertentangannya tidak bersifat mutlak,
melainkan bersifat gradasi. Artinya terdapat tingkatan-tingkatan makna dalam
kata tersebut. Misalnya, tinggi dan pendek, gemuk dan kurus, cepat dan lambat.
c)
Antonim hubungan/relasional
Yaitu makna kata-kata yang beroposisi hubungan
(relasional) yang bersifat saling melengkapi. Misalnya guru dan siswa, anak dan
orang tua, penjual dan pembeli.
d)
Antonim Hierarkial
Yaitu makna kata-kata yang menunjukkan suatu deret atau
jenjang. Misalnya meter dan kilometer, gram dan kilogram, liter dengan
mililiter.
e)
Antonim bersifat majemuk
Yaitu kata yang berantonim dengan lebih dari satu kata.
Misalnya, berlari dengan berjalan, merangkak;
c.
Polisemi
Secara semantis polisemi
berarti relasi bentuk dan makna yang dinyatakan oleh adanya kata tau frasa yang
memiliki makna lebih dari satu. Contoh kata kepala yang memiliki makna:
1)
Bagian tubuh, berkembang menjadi kata-kata seperti kepala
ayam, kepala sapi, kepala kucing.
2)
Berfungsi memimpin, berkembang menjadi kata-kata seperti
kepala rumah tangga, kepala sekolah, kepala negara.
3)
Bagian sesuatu yang berbentuk bulat, berkembang menjadi
kata-kata seperti kepala kore.
4)
Terletak di atas, berkembang menjadi kepala surat.
5)
Bagian paling penting, berkembang menjadi kepala kereta.
d.
Homonimi,
Homonimi berasal dari bahasa
Yunani onoma yang berarti nama dan homo yang berarti sama. Maka secara harfiah
homonimi berarti nama sama untuk benda tau hal yang lain. Secara semantis
meurut Verhaar, homonimi berarti ungkapan
(kata, frasa, atau kalimat) yang bentuknya sama denga ungkapan lain tetapi
maknanya berbeda. Homonimi terjadi karena dua hal yaitu:
1)
Terjadi karena kebetulan. Maksudnya adalah kata-kata yang
memiliki bentuk yang sama namun berasal dari bahasa yang berbeda dan ketika
kata yang berasal dari bahasa selain bahasa Indonesia diserap ke dalam bahasa
Indonesia kebetulan menyerupai kata dalam bahasa Indonesia ataupun lainnya.
Contohnya bisa dari bahasa Melayu yang berarti racun ular dan bisa dari bahasa
jawa yang berarti dapat.
2)
Terjadi karena proses gramatikal.
Contoh: Meng- +
ukur => mengukur ( menghitung)
Meng-
+ kukur => mengukur (memarut)
e.
Hiponimi
Hiponimi berasal
dari bahasa Yunani yaitu onoma yang berarti nama dan hypo yang berarti di
bawah. Secara harfiah, hiponimi berarti nama yang termasuk di bawah nama lain.
Secara semantik berarti relasi bentuk yang maknanya dianggap merupakan bagian
dari makna suatau ungkapan lain. Contoh tongkol adalah jenis dari ikan.
f.
Ambiguitas
Ambiguitas atau ketaksaan
sering diartikan sebagai kata yang bermakna ganda atau mendua arti. Jika
polisemi makna ganda berasal dari kata, sedangkan ambiguitas berasal dari
satuan gramtikal yang lebih luas yautu frasa atau kalimat dan terjadi sebagai
akibat dari penafsiran struktur gramatikal yang berbeda. Contoh: Buku sejarah
baru. Dapat diartikan sebagai buku sejarah yang baru atau buku tentang sejarah
baru.
g.
Redundansi
Redundansi sering diartikan sebagai berlebih-lebihan
pemakaian unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran. Contoh Bunga ditanam ibu.
Bunga cantik ditanam ibu.